Resource Curse Theory atau yang dikenal dengan teori kutukan SDA menyatakan bahwa sumber daya alam yang melimpah tidak terbukti membawa kemakmuran masyarakat setempat, hasil pembangunan yang buruk, pertumbuhan ekonomi terhambat. Bahkan banyak negara berkembang yang hasil alamnya kaya korupsinya tumbuh menjamur, tata kelola pemerintahannya tidak efektif, saling menyalahkan, dan kekerasan akibat politik begitu mudah tersulut. Artinya lebih banyak menjadikan “kutukan” (curse) ketimbang keberkahan (blessing).
Ada variasi lain dari teori tersebut diatas. The Dutch Diasese atau penyakit Belanda. Istilah ini muncul sejak ditemukannya sumber gas alam dalam jumlah besar di lepas pantai utara Belanda, tahun 1977. Sejatinya, penemuan tersebut meningkat perekonomian Belanda, tetapi sebaliknya tidak terjadi, malah terpuruk. Mengapa? W. Max Corden dan J. Peter Neary mencoba mengembangkan model ekonomi untuk menjelaskan fenomena tersebut. Mereka telah puas menjual gas alam dalam bentuk mentah, mereka terlalu bergantung pada gas alam tersebut. Hal ini berakibat industrialisasi dan inovasi produk tidak berkembang.
Bagaimana dengan Indonesia?
Kita harus bersyukur, kita dilahirkan di Indonesia. Hamparan alamnya yang luas penuh dengan keragaman flora dan fauna. Posisinya yang tepat pada garis khatulistiwa memberikan iklim tropis yang sangat mendukung kehidupan pertanian masyarakatnya. Bukan itu saja, kita dikaruniai dengan SDA yang begitu melimpah. Mulai dari hasil hutan, laut, pertambangan, dan masih banyak lagi.
Terkhusus untuk keberadaan minyak dan gas sebagai bagian dari sumber daya alamnya, harus diakui sangat memegang peranan penting bagi kemajuan bangsa kita selama ini. Semenjak merdeka, minyak dan gas tersebut bisa dikatakan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pembangunan. Baik secara langsung ataupun tidak tentu masyarakat dapat menikmatinya.
Sejak era 70-an industri hulu migas nasional pun terus berkembang, aktivitas pengeboran dan eksplorasi berhasil menemukan berbagai sumber minyak dan gas bumi. Hingga tahun 1977 saja, jumlah kegiatan pengeboran di Indonesia sudah mencapai 568 sumur. Kondisi ini menjadikan migas berkontribusi sebagai tulang punggung perekonomian bangsa. Bahkan sampai tahun 1994, kontribusi migas telah mencapai lebih dari 50 persen dari total pendapatan negara. Pendapatan dari migas tersebut memungkinkan pemerintah untuk melakukan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sementara saat memasuki tahun 2000an, sektor hulu migas mampu menyumbang lebih dari US$10 miliar ke kas negara sebagai sumber devisanya. (sumber referensi)
Disamping salah satu andalan penyumbang devisa negara, sektor migas berperan juga sebagai pendorong bangkitnya sektor-sektor industri lain di dalam negeri. Peran ini sangat strategis mengingat sektor hulu migas adalah sektor padat modal. Dengan investasi mencapai sekitar Rp 300 triliun setiap tahunnya, sektor ini memiliki potensi besar untuk menjadi lokomotif pembangunan jika semua investasi tersebut bisa memberdayakan tenaga kerja dan industri nasional.
Pengalaman di Hulu Migas
Setahun lalu (3-5 Juni 2015), bersyukur memiliki kesempatan untuk menghadiri undangan ke wilayah operasi Total E&P Indonesie di Kalimantan Timur. Selama disana kami bisa berkeliling melihat daerah operasi dari Total E&P Indonesie, yakni mulai dari Peciko ProcessingArea (PPA), Terminal Processing Area (TPA)/Terminal Loading Area (TLA), bahkan sampai masuk control room.
Melalui program-program tersebut, kehidupan perekonomian masyarakat setempat sangat terbantu dan terangkat, baik melalui hasil usaha pribadi maupun koperasi untuk kepentingan bersama. Mereka mendapat kemudahan juga untuk sarana air bersih dan juga untuk sarana memasak dengan menggunakan biogas. Bahkan adanya kesempatan untuk putera-puteri daerah tersebut disekolahkan dan diberi ketrampilan. Dari mereka bahkan ada yang diberi kesempatan untuk berkarya melalui industri migas tersebut, seperti yang pernah kami wawancarai di control room pada waktu itu.
Jadi harus diakui secara mikro, ternyata masyarakat ada yang merasakan manfaat dari kehadiran industri hulu migas. Bahkan secara makro seperti yang sudah disampaikan diatas tentu membawa kemajuan bagi bangsa kita. Walaupun memang tidak tertutup kemungkinan bahwa ada masyarakat yang tidak merasakan dampak kehadirannya. Atau adanya potensi untuk meningkatnya korupsi bagi para ‘raja-raja daerah’. Bahkan industri hulu migas membuka potensi untuk tarik menarik kepentingan. Tidak ada gading yang retak. Artinya dalam industri migas di negeri kita selama ini tentu ada kekurangan dan kelemahan. Ini tetap perlu dikritisi, dikawal, sehingga industri migas tersebut berdampak besar untuk bangsa dan masyarakat. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."