Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peran Warga dalam Penegakan Prinsip Politik

19 Maret 2019   20:46 Diperbarui: 19 Maret 2019   21:03 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahatma Gandhi pernah menyampaikan, ada tujuh dosa sosial yang umumnya terjadi di masyarakat. Dosa sosial tersebut, tentu bukan saja menyeruak di era Ghandi, tapi sampai sekarang pun masih menjadi dosa sosial yang masih sering ditemui. Ketujuh dosa sosial yang dimaksud adalah kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa nurani, ilmu tanpa kemanusiaan, pengetahuan tanpa karakter, politik tanpa prinsip, bisnis tanpa moralitas, dan ibadah tanpa pengorbanan.

Dari ketujuh dosa sosial tersebut, saya tertarik ingin mengangkat poin tentang "politik tanpa prinsip" menjadi sebuah tulisan. Mengapa?

Tahun 2019 ini merupakan tahun penting dalam perpolitikan nasional. Tepatnya tanggal 17 April 2019, bangsa kita akan melaksanakan pemilihan presiden/wakil presiden beserta legislatif yang meliputi DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota secara serentak. 

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang selalu diawali dengan pemilihan legislatif menyusul kemudian pemilihan presiden/wakil presiden. Tentu situasi perpolitikan yang demikian akan berpotensi menimbulkan panasnya suhu perpolitikan nasional.

Mengingat genderang kampanye telah dimulai sejak 2018 lalu, maka berbagai strategi pemenangan pemilu pun telah dirancang. Untuk itu, perlu kembali diingatkan agar masing-masing pihak yang terlibat dalam perpolitikan tersebut, tetap mengikuti rambu-rambu yang ada. Menjalankan perpolitikan dengan prinsip yang kokoh.

Sesungguhnya, apa yang menjadi prinsip dari perpolitikan tersebut? Menurut hemat saya sebagai awam, bukan pelaku politik, apalagi pakar politik, menganggap bahwa dasar negara atau kelima sila dari Pancasila tersebut sejatinya dapat dijadikan sebagai prinsip dasar. Ditambah dengan tata perundang-undangan dan etika yang berlaku di masyarakat.

Misalnya, kalau merujuk pada Pancasila, maka bagaimana menghormati Tuhan yang disembah melalui praktik politik yang dilakukan oleh para calon dan pendukungnya. Artinya, harus selalu menjaga kejujuran, integritas dan mengedepankan hati nurani. Kemudian tetap menghargai dan menghormati sesama manusia dalam berkompetisi.

Mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam menjalani setiap proses politik. Tidak menjadikan politik sebagai sarana pengadu domba antar suku, ras, agama dan golongan. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus bermuara pada rakyat. 

Seperti hakikat demokrasi itu sendiri. Dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Dan terakhir, politik tersebut harus ditujukan untuk mewujudkan kepentingan keadilan dan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi, golongan maupun partai.

Kalau kita mengamati dari berbagai media dan secara langsung, sejak dimulai proses kampanye pemilu, ternyata tidak sedikit yang terlihat menyimpang dari prinsip perpolitikan itu sendiri. Serta banyak pemandangan unik di sana-sani, seperti kepura-puraan para calon ketika mulai berkampanye.

Ada calon dan tim suksesnya yang rajin masuk ke pasar-pasar, padahal sebelumnya tidak pernah menginjakkan kaki di pasar tersebut, ada pula orang yang tiba-tiba ramah dan perhatian kepada kesusahan dan kemiskinan rakyat, senang menyambangi masyarakat marginal ke bantaran kali hingga kolong jembatan, bahkan ada yang dengan mudahnya mengobral janji keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Sesungguhnya magnet politik itu begitu kuat. Mampu memengahuri seseorang berubah dalam sekejap.

Tidak ada yang salah mendekati konstituen dengan berbagai cara dan strategi. Tapi baiklah setiap pelaku politik menunjukkan siapa dirinya yang sesungguhnya. Mari unjuk prestasi yang pernah dicapai, unjuk potensi dan kapasitas yang dimiliki, sehingga konstituen pun dapat menilai dari sisi kinerja dan kemampuan bukan janji-janji semata.

Nah, ini yang lebih berbahayanya lagi. Semua pasti sering menyaksikan, baik di dunia maya maupun di dunia nyata, bagaimana keadaan dan dinamika perpolitikan menjurus ke arah yang destruktif. Miris saja melihatnya. Bagaimana isu SARA dan hoax digulirkan untuk menjatuhkan wibawa orang tertentu dan berusaha membunuh karakternya. Selanjutnya berkembangnya tren "money politic" untuk memengaruhi pilihan dari para calon pemilihnya.

Perilaku yang demikian tentu sangat tidak terpuji dan jauh dari prinsip politik yang sesungguhnya. Hal itu lebih kepada memperkeruh suasana kedamaian dan ketenangan. Bahkan menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa. 

Sebagai warga, banyak yang semakin jengah dan bosan mengikuti berbagai pemberitaan politik di media massa maupun di media sosial. Perilaku elit politik dan para loyalis sampai sebegitunya, sungguh jauh dari hakikat politik dan demokrasi yang sesungguhnya.

Masihkah warga optimis dengan perpolitikan yang demikian? bagaimana peran warga agar prinsip perpolitikan nasional tetap berada pada patronnya? Jawabannya hanya satu, harus optimis! Sebagai warga harus tetap menunjukkan sikap optimis tersebut. Kita harus sepakat bahwa melalui politik kita memiliki sarana memilih pemimpin (suprastruktur politik) seperti orang-orang di lembaga legislatif dan eksekutif. 

Tanpa keberadaan mereka, bagaimana kita melanjutkan pemerintahan dan program-program pembangunan? Serta siapa yang akan membuat regulasi yang kita butuhkan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara? yakinlah! bahwa diantara calon yang ada, masih banyak "berlian" yang belum terlihat kepermukaan. Tugas kita adalah mencarinya. Mencari mereka yang memiliki prinspip politik yang hakiki.

Untuk itu, dibutuhkan warga cerdas yang mengutamakan hati nurani dalam memilih. Memilih bukan karena faktor "money politic", kesamaan identitas, senang atau tidak senang. Tapi kita memilih orang-orang yang tepat berdasarkan pengalaman, kompetensi, integritas, dan kapasitas. 

Dengan cara itu warga pun bisa mendukung dan menularkan prinsip politik yang benar. Maka, mari kita kenali satu per satu calon tersebut, sehingga pada akhirnya kita tidak sedang memilih kucing dalam karung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun