Dalam satu dekade paska merdeka, situasi negara Indonesia masih tidak stabil, baik itu politik, keamanan, dan juga ekonomi. Satu hal yang mendasar dilakukan pemerintah saat itu adalah berusaha mengubah sistem ekonomi kolonial dengan ekonomi nasional. Situasi genting dalam negeri berlanjut hingga kurun waktu dua dekade paska merdeka termasuk saat tragedi 1965/66 dan juga gerakan konfrontasi "ganyang Malaysia."
Namun demikian, Indonesia dinilai berhasil melewati masa-masa genting yang mengancam integrasi masyarakat secara nasional baik itu bentuk ancaman internal kelompok separatis maupun ancama eksternal berupa dominannya campur tangan asing khususnya negara yang pernah menjajah berkaitan urusan dalam negeri Indonesia.Â
Indonesia mulai memperlihatkan jati diri sebagai negara demokrasi kepada dunia dengan peran dan kiprahnya menyelenggarakan KTT Asia Afrika pertama tahun 1955 dan sepak terjangny di Asia Tenggara melalui pembentukan organisasi Asean tahun 1967. Membenahi sistem politik dan demokrasi Indonesia dapat dilihat dari bagaimana Indonesia menyelenggarakan Pemilu pertama pada tahun 1955 yang dikatakan sebagai pemilihan umum paling demokratis sepanjang sejarah politik Indonesia.
Walau pun dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif dengan sering terjadinya tindakan separatis, bahkan saat berlangsungnya Pemilu, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri yang kemudian diganti oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, namun Pemilu yang memperebutkan 260 kursi DPR dan 520 kursi Konstituante ditambah 14 kursi khusus untuk wakil golongan minoritas itu berjalan dengan baik.
Lima besar dari 29 partai politik dalam Pemilu tahun 1955 adalah sbb: Partai nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Membayangkan negara yang baru saja bebas dari kolonialisme, banyak gerakan separatis, ekonomi belum pulih, masyarakatnya mayoritas di bawah garis kemiskinan, tetapi berkat semangat juang yang menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, merupakan suatu hal dan prestasi yang luar biasa apa bila Pemilu pertama tahun 1955 itu dapat berjalan dengan baik dan mengakomodir semua kelompok masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, kita hidup dalam era modern yang ditandai dengan pesatnya arus informasi akibat dari kemajuan teknologi komunikasi, suasana Pemilu tidak bisa sekondusifnya Pemilu pertama dulu. Suasana Pemilu pertama diabadikan dalam prangko 15cen.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung fasilitas publik yang memadai, menjadi daya dukung bagi kita untuk menciptakan sistem politik dan demokrasi yang humanis melalui Pemilu yang sering kita sebut sebagai "Pesta Demokrasi." Hajat besar tersebut hendaknya benar-benar kita maknai sebagai pesta yang seyogiyanya berlangsung aman dan menyenangkan, ya layaknya sebuah pesta. Jangan sampai pesta demokrasi bertukar nama menjadi perang demokrasi. (*)
Sekadar berbagi.
Kl: 08082018