Mohon tunggu...
thrio haryanto
thrio haryanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Penikmat Kopi Nusantara

Menyukai kopi tubruk dan menikmati Srimulat. Pelaku industri digital. Pembaca sastra, filsafat, dan segala sesuatu yang merangsang akalku. Penulis buku Srimulatism: Selamatkan Indonesia dengan Tawa (Noura Book Publishing, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia, Dari Pencari Menjadi Pencuri Tuhan

26 Maret 2016   12:05 Diperbarui: 26 Maret 2016   12:29 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="God for Sale/thriologi"][/caption]

Manusia, sejak berabad-abad lalu, mencari Yang Maha Kuasa. Mereka percaya dan meyakini bahwa ada yang Paling Berkuasa dan Tak Dikuasai. Namun mereka tidak tahu persis siapa dan seperti apa Sang Maha Kuasa itu.

Maka sebagian mereka kemudian mencitrakan Sang Maha menyerupai manusia dengan sifat ghaib yang tak terhingga, atau Adi Manusia. Sebagai Adi Manusia, Sang Maha Kuasa itu digambarkan menyerupai manusia tetapi juga memiliki bentuk yang berbeda di beberapa bagian. Misalnya, Horus yang digambarkan memiliki postur manusia berkepala elang dalam mitologi Mesir kuno.

Kita juga tahu ada yang menolak konsep citra diri Sang Maha yang diserupakan dengan manusia. Bagi mereka Sang Maha adalah yang tak tersentuh – dalam arti yang sesungguhnya. Dia berada nun jauh tetapi selalu mengawasi manusia dan seisi dunia. Sang Maha pula yang mengendalikan dan membuat segala kejadian dan keber-ada-an di dunia ini. DIAlah yang berada di langit. Matahari, Bulan, Bintang, bahkan meteor.

Demikianlah, manusia secara fitrah adalah mahluk pencari Tuhan. Baik disadari maupun tidak, setiap manusia – yang di dalamnya berdiam ruh Tuhan – selalu berusaha mencari ‘induknya’.

Tuhan, Sang Maha yang selalu dicari manusia itu, kemudian memilih manusia-manusia tertentu sebagai ambasadorNya. Tugasnya adalah menyampaikan keberadaanNya dan ke-siapa-anNya.


Seperti yang kita tahu, salah satu ambasador Tuhan adalah Ibrahim (Abraham), seorang pria kelahiran negeri Ur-Kasdim (saat ini Irak), kira-kira pada 2.166 SM. Dia telah melakukan perjalanan penuh kelok dan kekecewaan untuk menemukan siapa sesungguhnya Sang Maha Kuasa itu. Berhala-berhala yang dipuja oleh kelompok masyarakatnya telah mengecewakannya karena baginya Tuhan haruslah Hidup. Matahari, Bulan, dan benda-benda langit lainnya yang semula dianggap Tuhan juga telah mengecewakannya karena baginya Tuhan haruslah abadi.

Maka sampailah pencarian Ibrahim. Dia menemukan siapa sesungguhnya Sang Maha itu. Tuhan. Tiada lain selain Tuhan. DIA-lah Sang Causa Prima, DIA-lah Awal yang Tak Berawal, Asal yang Tak Berasal. Yang Mencipta dan Tak Dicipta, Yang Menguasai dan Tak Dikuasai, Yang Me-mati-kan dan Tak Di-mati-kan.

Dan Tuhan telah berkehendak, beberapa keturunan Ibrahim kemudian menjadi penerusnya sebagai ambasador Tuhan hingga terformatlah tiga agama besar yang menguasai dunia: Yahudi, Kristen, dan Islam.

Ironisnya, setelah mencari dan menemukan Tuhan, manusia kemudian berlomba-lomba mencuri Tuhan.

Dengan membawa Tuhan, manusia menghunus pedang, menarik pelatuk, menyalakan sumbu meriam, hingga menghujamkan senjata paling mematikan melalui mulut-mulut mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun