Mohon tunggu...
Thoriq Shoma
Thoriq Shoma Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

penulis adalah seorang penyayang terhadap wanita

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Poligami: Sunah atau Mubah?

17 September 2019   05:45 Diperbarui: 17 September 2019   05:55 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: dutaislam.com)

Suatu ketika saat penulis sedang membaca buku berjudul "Islam yang Disalahpahami (Menepis Prasangka, Mengikis Kekeliruan)" karya M. Quraish Shihab, ada seorang kawan penulis yang akrab dipanggil Aldo yang berusaha membuyarkan penulis dengan melontarkan sebuah pertanyaan yang agaknya menguji pemahaman penulis. "kowe moco buku iku opo paham isine, Jon? 'kamu baca buku itu apa paham isinya, Jon?'", tanyanya sedikit nakal dengan bahasa Jawa.

Kawan yang bertanya itu merupakan pemuda yang berasal dari perkotaan. Ini penting penulis sampaikan agar nantinya apa yang coba penulis jawab atas pertanyaannya mudah diterima dengan baik dan mencoba menghubungkan pertanyaannya sesuai konteks kekinian.

Setelah berusaha mempertimbangkan hal di atas, penulis mencoba menjawab pertanyaannya dengan mengambil bahasan "Kesalahpahaman tentang Nabi Muhammad SAW" terkait "poligami" yang ada di buku tersebut. Kebetulan pula, dewasa ini semakin marak akan wacana poligami yang digencarkan oleh salah satunya yaitu Forum Poligami Indonesia. Di dalamnya terdapat sebuah program yang diselenggarakan berupa event edukasi pra dan pasca poligami secara terbatas diadakan secara nasional di seluruh kota di Indonesia[1].

 

Dengan mengacu buku "Islam yang Disalahpahami (Menepis Prasangka, Mengikis Kekeliruan)" yang sedang penulis pegang saat itu, penulis menjawabnya. Perlu digaris bawahi, pada dasarnya Islam tidak menganjurkan poligami, tetapi Islam hanya memperbolehkannya. Sejarah menceritakan, tradisi poligami awal adanya bukan diperkenalkan oleh Islam. Jauh sebelum Islam datang, sudah ada tradisi ini yang diperkenalkan oleh agama-agama lain, yang dengan praktiknya sampai menghimpun istri yang tidak terbatas (M. Quraish Shihab, 2018: 170).

 

Tidak dapat dimungkiri, dalam Islam poligami dikenal dan dipraktikkan oleh para nabi, dan orang-orang terhormat (M. Quraish Shihab, 2018: 35). Kendati demikian, penulis menduga orang-orang tersebut mempraktikkan poligami bukan semata-mata dorongan nafsu birahinya. Tetapi ada yang lebih penting, di antaranya yaitu strategi penyebaran Islam, agar mudah diterima masyarakat luas dan pemberdayaan wanita-wanita mustadh'afin yang telah dicerai atau telah ditinggal suaminya wafat sehingga kehormatannya terancam.

 

Dugaan tersebut selaras dengan sejarah nabi Muhammad SAW yang menikahi kurang lebih dua belas wanita, yang mayoritas istrinya dinikahi dalam kondisi janda dan sebagian telah lanjut usia kecuali Sayyidah Aisyah, karena ada suatu alasan yaitu agar kehormatan seorang wanita tidak terancam, misalnya dipaksa untuk murtad. Salah satunya bisa dilihat sejarah nabi Muhammad menikah dengan Sayyidah Saudah binti Zam'ah (istri nabi setelah Sayyidah Khadijah). Seorang wanita yang dengan latar belakangnya termasuk kategori orang-orang yang pertama kali memeluk Islam dan ditinggal wafat suaminya, kemudian menikah dengan nabi pada umur 66 tahun (M. Quraish Shihab, 2018: 36).

 

Harus diakui, meskipun nabi berpoligami hendaknya yang demikian itu tidak serta-merta dijadikan rujukan untuk melegitimasi anjuran poligami. Apakah yang diwajibkan oleh Allah atas rasulullah juga diwajibkan kepada umatnya? Demikian juga, apakah yang dilarang Allah atas rasulullah juga dilarang untuk umatnya? Perlu diingat, nabi wajib bangun dan mendirikan salat malam, sedangkan umatnya hanya sunah. Nabi juga dilarang menerima zakat, sedangkan umatnya boleh menerima zakat (M. Quraish Shihab, 2018: 62).

 

Meminjam istilah M. Quraish Shihab dalam salah satu kajiannya di Shihab & Shihab, "meneladani nabi Muhammad dalam hal poligami tanpa mengetahui alasan mengapa nabi berpoligami adalah orang bodoh dan sombong. Bodoh karena tidak tahu mengapa nabi berpoligami. Sombong karena merasa dirinya seperti nabi", tuturnya.

 

Demikian jawab penulis atas pertanyaan seorang kawan. Selanjutnya penulis ingin menegaskan kembali dan mengingatkan, hukum asal poligami adalah boleh, dan tidak boleh ditutup rapat pintu poligami tersebut untuk yang sangat berkebutuhan, misal keinginan memperoleh keturunan karena istri pertama tidak bisa memberikan yang terbaik. Kendati demikian, seorang laki-laki yang telah mampu dan ingin berpoligami, ia harus mengetahui terlebih dahulu mengapa nabi berpoligami agar tidak menyimpang dengan apa yang sudah diteladankan beliau, serta harus mendapatkan dari pihak yang berwenang, dalam konteks ini adalah peradilan agama (M. Quraish Shihab, 2018: 174).[2] Wallahu a'lam

 

 

Referensi:

[1] http://www.forumpoligamiindonesia.com/?m=1#section-5 diakses pada tanggal 7 September 2019

[2] Untuk dapat memahami tentang poligami secara komprehensif, baca buku Islam yang Disalahpahami (Menepis Prasangka, Mengikis Kekeliruan) terbitan Lentera Hati, 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun