Lima Menit
Sarah melirik jam yang ada di dinding. Belum waktunya bangun, pikirnya. Maka ia memejamkan mata lagi. Masih terasa berat mata untuk dibuka. Semalam tak bisa tidur nyenyak karena ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sejenak ia terlelap. Setelah itu ia paksa membuka matanya lagi utuk memastikan waktunya apakah sudah tepat apa belum. "Ah, kurang lima menit, nanti sebentar lagi." Maka ia tertidur lagi beberapa saat.
Sarah berjalan di padang gurun, ia melihat pemandangan yang gersang. Tak ada tanaman hijau di sana. Hanyalah pasir di mana-mana. Beberapa butir di antaranya masuk ke matanya, dibawa oleh angin nakal yang bertiup saat itu. Sarah mengusap matanya, pandangannya kabur, matanya semakin pedih. Ia akan mengusir butiran pasir di matanya tetapi tak berhasil.Â
Maka ia menghentikan langkah sejenak, pelan-pelan ia mengucek matanya. Dalam keremangan dan ketidak jelasan ia melihat sosok anaknya Adi di kejauhan. Anak lelakinya itu melambaikan tangan memanggil dirinya. Sarah terbengong bagaimana anaknya sampai di tempat itu. Bukankan ia tadi pergi sendirian. Anaknya masih memanggil-manggil dirinya dengan bertertiak.
"Mama...!"
Sarah ingin mengatakan sesuatu tetapi ia tak bisa mengeluarkan suara apa pun. Seakan suaranya tertinggal di kerongkongan, entah apa yang menghalanginya. Dilihatnya Adi berlari dari kejauhan ingin mendapatkan dirinya. Begitu juga yang dilakukannya, ia berlari  ke arah anaknya. Jarak mereka sebenarnya tidak terlalu jauh. Tetapi Sarah merasakan yang sebaliknya.
"Ma..." suara itu masih terdengar jelas di telinganya. Saat itulah anaknya terjatuh. Tubuh kurusnya berguling-guling di pasir. Maka dengan sekejab tubuh anaknya penuh dengan pasir, bahkan rambutnya juga. Ia ingin segera menolongnya. Tangis Adi semakin terdengar nyaring di telinganya. Hati Sarah terkoyak, ia ingin segera sampai di sana, tetapi langkahnya terasa berat. Sarah hampir putus asa. Hati seorang ibu menuntut dirinya untuk melakukan apa saja untuk si buah hati.
"Gubrak!"
Sarah menabrak sesuatu. Ia heran tadi padang gurun, tadi yang ada hanya ada pasir, Â mengapa ia bisa menabrak benda sekeras kayu?
"Mama...." Teriakan anaknya kali ini pas sekali di telinganya. Sarah mengucek mata kemudian melihat anaknya. Segera dipeluknya, diraba-rabanya apakah ada yang terluka. Ia bersyukur saat tak didapatinya satupun luka. Anehnya tak sebutir pasir pun menempel di tubuh Adi.
"Adi, kamu baik-baik saja Nak?"