Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lumut di Kepalamu

11 November 2017   18:45 Diperbarui: 11 November 2017   18:57 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apakah kau melihatnya ? Setumpuk kenangan yang kau biarkan teronggok di salah satu sudut hatimu ? Setelah sekian lama, debu -- debu kehampaan mulai mengepungnya dan nyaris memudarkan warnanya satu per satu. Kenangan masa kecilmu, saat kau menyadari bahwa kau terlahir tanpa mengenal wajah seorang ayah yang menantikan kehadiranmu di dunia ini. 

Pun ketika beranjak remaja, gambaran kerasnya jalanan ibu kota yang terasa sangat dingin seperti malam -- malam di emperan toko tanpa alas tidur, Lalu hangatnya candu yang memulai malam -- malam mu saat merangkak meraih kedewasaan di umur yang terus bertambah.

Apakah kau mendengarnya ? Tembang -- tembang usang dan balada yang kau nyanyikan bersama kawan -- kawanmu yang entah dari mana, siapa, dan kapan mereka ada bersamamu ? Semua tembang dan balada itu selalu mengiringi langkah kakimu. Mengalir di setiap aliran darahmu dan menjadi satu bagian dengan tarikan nafasmu serta seirama dengan degup jantungmu yang kini terasa lelah.

Apakah kau merasakannya ? Sedikit demi sedikit, lumut menghijau di kepalamu yang botak. Memberangus akal dan menghancurkan budi baikmu. Membuatmu seakan tak pernah mengenal penciptaMu. Setelah semua kepalamu telah penuh oleh lumut, sepersekian detik berikutnya, barulah kau mulai memejamkan matamu di padang keabadian dengan rongga dada menganga seukuran peluru tim densus 88. 

Aku hanya ingin memastikan saat tim lab forensic melakukan autopsi, apakah mereka juga bisa membantuku membersihkan lumut di kepalamu ? Karena selama ini hanya akulah yang peduli denganmu. Akulah ibu yang setiap malam bersujud untuk menyebut namamu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun