Apakah mungkin mengawali kesenangan dengan sakit? Mungkin itu yang menjadi pemikiran kita sehingga banyak sekali orang – orang yang memilih untuk hidup senang. Tetapi, hal itu justru membuat kita lupa, bahwa hidup kita seperti roda yang digayuh atau jarum jam yang berputar, yang menunjukkan bahwa posisi kita dapat di atas, tetapi di gayuhan selanjutnya, atau di detik – detik selanjutnya, kita sudah di posisi tengah, dan kemudian akan benar-benar jatuh di bawah.
Bagaimana? Apakah kita sanggup? Harus sanggup! Tetapi banyak juga yang tidak sanggup karena berpikiran bahwa penderitaan yang dialaminnya sangat berat, dan memilih untuk mengakhirinya. Miris bukan?  Orang-orang yang putus asa, terkadang memang menjadi seperti orang buta, yang tidak bisa lagi melihat cerahnya dunia kedepannya. Melihat masih banyaknya orang – orang yang lebih menderita darinya, seperti tunanetra. Tidak malukah kita? Mereka yang tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa berbicara, dan bahkan dari kecil, justru mereka yang memiliki antusias hidup lebih besar daripada kita yang telah mendapatkan hal yang lebih baik dari mereka.
Pahit, memanglah rasa yang tidak enak. Tetapi apabila hidup kita belajar mencintainya, pasti akan memberikan rasa manis yang lebih mengesankan daripada rasa manis yang terus menerus telah kita rasakan. Juga akan lebih tidak enak jika tibat-tiba kemanisan itu berubah menjadi kepahitan. Bersyukur dalam segala hal, merupakan keywordnya. Syukur akan menjadi timbangan kita untuk mengetahui makna cukup sesungguhnya. Selain itu, dapatkah kita rasakan pula, bahwa ketika kita bersyukur akan menjadi multinutrisi bagi kita dalam menghadapi sakitnya kehidupan ini.
Oleh sebab itu, jadikan hidupmu manis melalui kepahitan yang senantiasa dinikmati disetiap waktu, tempat, dan situasi.