Mohon tunggu...
Theresia Gultom NIM 121202064
Theresia Gultom NIM 121202064 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Theresia Gultom 121202064 Mahasiswa Universitas Dian Nusantara Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Memory - Enchancing Techniques for Investigative Interviewing: The Cognitive Interview Fishe, Geiselman 1992

2 Juli 2024   16:05 Diperbarui: 2 Juli 2024   17:24 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pendahuluan

Dalam bidang wawancara investigatif, keandalan dan kelengkapan informasi yang diperoleh dari saksi dan korban sangatlah penting. Selama bertahun-tahun, metode wawancara tradisional sering kali gagal dalam menggali memori yang akurat dari narasumber. Kesenjangan ini mendorong para peneliti, Ronald P. Fisher dan R. Edward Geiselman, untuk mengembangkan teknik revolusioner yang dikenal sebagai Wawancara Kognitif (CI) pada tahun 1992. Artikel ini membahas secara rinci tentang Wawancara Kognitif dengan mengeksplorasi pertanyaan utama: siapa, apa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana (5W1H) terkait dengan teknik peningkatan memori ini.

Siapa yang Mengembangkan Wawancara Kognitif?

Ronald P. Fisher dan R. Edward Geiselman

Wawancara Kognitif dikembangkan oleh dua psikolog terkemuka, Ronald P. Fisher dan R. Edward Geiselman, pada awal 1990-an. Fisher, seorang profesor di Florida International University, dan Geiselman, seorang profesor di University of California, Los Angeles, menggabungkan keahlian mereka yang luas dalam bidang psikologi dan penelitian memori untuk mengatasi keterbatasan metode wawancara tradisional. Kolaborasi mereka bertujuan untuk menciptakan metode yang dapat memaksimalkan jumlah informasi akurat yang diperoleh dari saksi dan korban selama wawancara investigatif.

Apa itu Wawancara Kognitif?

Teknik Peningkatan Memori yang Revolusioner

Wawancara Kognitif (CI) adalah metode wawancara terstruktur yang dirancang untuk meningkatkan akurasi dan jumlah informasi yang diperoleh dari saksi dan korban. Metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi kognitif, terutama yang berfokus pada proses pengambilan memori. Teknik CI melibatkan serangkaian langkah dan strategi yang dirancang dengan cermat untuk membantu narasumber mengingat kembali memori secara rinci dengan mengembalikan konteks psikologis dan lingkungan di mana peristiwa terjadi.

Di Mana Wawancara Kognitif Digunakan?

Penegakan Hukum dan Lainnya

Aplikasi utama dari Wawancara Kognitif adalah dalam penegakan hukum, di mana metode ini digunakan untuk mewawancarai saksi dan korban kejahatan. Petugas polisi, detektif, dan profesional investigatif lainnya dilatih dalam teknik CI untuk meningkatkan kualitas informasi yang mereka kumpulkan selama wawancara. Namun, prinsip-prinsip Wawancara Kognitif juga diterapkan dalam bidang lain, seperti psikologi klinis, intelijen militer, dan bahkan dalam penelitian sejarah, di mana pengingatan yang akurat tentang peristiwa masa lalu sangat penting.

Kapan Wawancara Kognitif Dikembangkan?

Awal 1990-an

Wawancara Kognitif secara resmi diperkenalkan pada tahun 1992 dengan penerbitan buku penting Fisher dan Geiselman, "Memory-Enhancing Techniques for Investigative Interviewing: The Cognitive Interview." Pengembangan teknik CI adalah hasil dari penelitian dan eksperimen bertahun-tahun yang dilakukan oleh penulis, yang berupaya untuk mengatasi kekurangan metode wawancara tradisional dan memanfaatkan kemajuan dalam psikologi kognitif untuk meningkatkan akurasi dan kelengkapan pengingatan saksi.

Mengapa Wawancara Kognitif Dikembangkan?

Mengatasi Keterbatasan Wawancara Tradisional

Metode wawancara tradisional sering kali mengandalkan pertanyaan langsung dan terkadang memimpin, yang secara tidak sengaja dapat mempengaruhi jawaban saksi dan korban. Metode-metode ini sering gagal dalam memunculkan memori yang rinci dan akurat, menghasilkan informasi yang tidak lengkap atau terdistorsi. Fisher dan Geiselman menyadari perlunya pendekatan yang lebih efektif yang akan memfasilitasi pengambilan memori dengan cara yang meminimalkan risiko kontaminasi atau bias. Wawancara Kognitif dikembangkan untuk mengatasi tantangan ini dengan menciptakan lingkungan yang mendukung dan tidak sugestif yang mendorong pengingatan yang komprehensif.

Bagaimana Cara Kerja Wawancara Kognitif?

Proses Langkah demi Langkah

Wawancara Kognitif terdiri dari beberapa komponen dan strategi utama yang dirancang untuk meningkatkan pengambilan memori. Langkah-langkah ini meliputi:

  1. Pengembalian Konteks:

    • Pewawancara mendorong narasumber untuk secara mental menciptakan kembali konteks di mana peristiwa terjadi, termasuk lingkungan, emosi, dan pengalaman sensorik. Teknik ini memanfaatkan prinsip memori berbasis konteks, yang menyatakan bahwa pengingatan informasi lebih mudah ketika konteks pengambilan sesuai dengan konteks pengkodean.
  2. Melaporkan Segalanya:

    • Narasumber diinstruksikan untuk melaporkan setiap detail yang mereka ingat, tidak peduli seberapa sepele atau tampaknya tidak relevan. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi kecenderungan menyaring informasi yang mungkin dianggap tidak penting oleh narasumber, yang berpotensi menghasilkan pengingatan detail kritis.
  3. Mengambil Perspektif Berbeda:

    • Narasumber diminta untuk mengingat kembali peristiwa dari berbagai perspektif, seperti membayangkan apa yang mungkin dilihat atau dialami orang lain yang hadir di tempat kejadian. Teknik ini dapat membantu mengungkapkan detail tambahan yang mungkin tidak diingat dari sudut pandang asli narasumber.
  4. Urutan Terbalik:

    • Narasumber diminta untuk mengingat kembali peristiwa dalam urutan kronologis terbalik. Strategi ini dapat mengganggu struktur naratif yang mungkin menyebabkan penghilangan detail dan dapat memicu pengingatan informasi yang awalnya terlewatkan.
  5. Pengambilan Fokus:

    • Pewawancara membimbing narasumber untuk fokus pada aspek-aspek tertentu dari peristiwa, seperti detail khusus, urutan tindakan, atau objek tertentu. Perhatian yang terfokus ini dapat membantu meningkatkan pengingatan informasi yang relevan.
  6. Pengingatan Bebas:

    • Narasumber pada awalnya didorong untuk memberikan laporan naratif bebas tentang peristiwa tanpa gangguan. Hal ini memungkinkan aliran alami pengambilan memori dan meminimalkan risiko pengaruh pewawancara.

Pelaksanaan dan Pelatihan

Melaksanakan Wawancara Kognitif memerlukan pelatihan khusus bagi pewawancara untuk memastikan mereka mahir dalam prinsip-prinsip dan langkah-langkah teknik ini. Pelatihan biasanya melibatkan pemahaman tentang dasar teori CI, praktik berbagai komponen, dan menerima umpan balik tentang kinerja. Lembaga penegak hukum dan organisasi lain yang menggunakan Wawancara Kognitif menginvestasikan program pelatihan untuk membekali personel mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan wawancara yang efektif.

Manfaat Wawancara Kognitif

Akurasi dan Kelengkapan yang Ditingkatkan

Penelitian telah menunjukkan bahwa Wawancara Kognitif secara signifikan meningkatkan akurasi dan kelengkapan informasi yang diperoleh dari saksi dan korban. Studi menunjukkan bahwa CI dapat menghasilkan peningkatan 30-50% dalam jumlah informasi yang benar diingat dibandingkan dengan metode wawancara tradisional. Teknik yang digunakan dalam CI membantu narasumber mengakses memori yang lebih rinci dan mengurangi kemungkinan kesalahan dan penghilangan.

Mengurangi Risiko Kontaminasi

Salah satu keuntungan penting dari Wawancara Kognitif adalah kemampuannya untuk meminimalkan risiko kontaminasi memori dan sugestibilitas. Dengan menghindari pertanyaan yang memimpin dan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pengingatan, CI mengurangi kemungkinan pewawancara secara tidak sengaja mempengaruhi respons narasumber. Hal ini sangat penting dalam konteks hukum, di mana integritas kesaksian saksi dapat sangat mempengaruhi hasil kasus.

Aplikasi dalam Berbagai Konteks

Meskipun awalnya dikembangkan untuk penegakan hukum, prinsip-prinsip Wawancara Kognitif terbukti dapat diterapkan dalam berbagai konteks. Dalam psikologi klinis, teknik CI dapat digunakan untuk membantu klien mengingat peristiwa traumatis dengan cara yang terkontrol dan mendukung. Dalam intelijen militer, CI dapat meningkatkan proses debriefing dengan meningkatkan kualitas informasi yang diperoleh dari personel. Selain itu, peneliti sejarah menemukan nilai dalam menggunakan metode CI untuk mengumpulkan akun rinci dari individu tentang peristiwa masa lalu.

Tantangan dan Keterbatasan

Pelatihan dan Sumber Daya yang Intensif

Salah satu tantangan utama dalam menerapkan Wawancara Kognitif adalah kebutuhan akan pelatihan dan sumber daya yang ekstensif. Pewawancara harus dilatih dengan baik dalam prinsip-prinsip dan komponen teknik ini, yang dapat memakan waktu dan biaya. Selain itu, melakukan Wawancara Kognitif biasanya memerlukan waktu lebih lama daripada metode tradisional, yang memerlukan pewawancara untuk mengalokasikan waktu yang cukup untuk setiap wawancara.

Variabilitas dalam Kerjasama Narasumber

Efektivitas Wawancara Kognitif sangat bergantung pada kerjasama dan keterlibatan narasumber. Beberapa individu mungkin lebih reseptif terhadap teknik ini dibandingkan yang lain, dan faktor-faktor seperti stres, trauma, dan gangguan kognitif dapat mempengaruhi kemampuan narasumber untuk mengingat informasi dengan akurat. Pewawancara harus terampil dalam menyesuaikan pendekatan mereka untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan masing-masing narasumber.

Potensi Ketergantungan Berlebihan pada Memori

Meskipun Wawancara Kognitif meningkatkan pengambilan memori, penting untuk mengakui keterbatasan bawaan dari memori manusia. Memori bukanlah rekaman sempurna dari peristiwa tetapi rentan terhadap distorsi, pelapukan, dan rekonstruksi. Oleh karena itu, meskipun CI dapat secara signifikan meningkatkan kualitas informasi yang diperoleh, sangat penting untuk menguatkan kesaksian saksi dengan bentuk bukti lainnya bila memungkinkan.

Arah Masa Depan

Kemajuan dalam Teknologi

Integrasi teknologi ke dalam wawancara investigatif menjanjikan peningkatan lebih lanjut pada Wawancara Kognitif. Teknologi realitas virtual (VR) dan realitas tertambah (AR), misalnya, dapat digunakan untuk menciptakan ulang tempat kejadian dan lingkungan, memberikan konteks yang lebih imersif untuk pengingatan memori. Selain itu, kemajuan dalam kecerdasan buatan (AI) dapat membantu pewawancara dalam menganalisis pola dalam pernyataan saksi dan mengidentifikasi ketidakkonsistenan atau area yang memerlukan eksplorasi lebih lanjut.

Penelitian dan Penyempurnaan Berkelanjutan

Penelitian yang berkelanjutan sangat penting untuk menyempurnakan dan meningkatkan Wawancara Kognitif. Studi yang meneliti efektivitas CI dalam populasi yang beragam, berbagai jenis kejahatan, dan berbagai tingkat keahlian pewawancara dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana teknik ini dapat dioptimalkan. Selain itu, penelitian tentang mekanisme neurokognitif yang mendasari pengambilan memori dapat menginformasikan pengembangan strategi baru untuk meningkatkan pengingatan.

Pelatihan dan Standarisasi

Upaya untuk menstandarisasi pelatihan dan sertifikasi Wawancara Kognitif dapat membantu memastikan bahwa pewawancara di berbagai lembaga dan organisasi mempertahankan tingkat kemahiran yang tinggi dalam teknik ini. Menetapkan praktik terbaik dan pedoman untuk pelaksanaan CI dapat berkontribusi pada penggunaan yang konsisten dan efektif dari metode peningkatan memori ini.

Kesimpulan

Wawancara Kognitif, yang dikembangkan oleh Ronald P. Fisher dan R. Edward Geiselman pada tahun 1992, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap teknik wawancara investigatif. Dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi kognitif, teknik ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi dan kelengkapan informasi yang diperoleh dari saksi dan korban, yang sering kali menjadi tulang punggung dalam proses investigasi. Metode ini berhasil memanfaatkan cara kerja memori manusia untuk memaksimalkan pengambilan informasi yang relevan dan mengurangi risiko distorsi atau kontaminasi memori yang mungkin disebabkan oleh metode wawancara tradisional.

Manfaat utama dari Wawancara Kognitif meliputi peningkatan jumlah informasi akurat yang diingat oleh narasumber, pengurangan pengaruh sugestibilitas dari pewawancara, dan peningkatan kemampuan untuk mengingat detail yang lebih rinci. Teknik ini sangat penting dalam konteks penegakan hukum, di mana akurasi dan kelengkapan informasi bisa berdampak besar pada hasil kasus. Namun, keberhasilan pelaksanaan Wawancara Kognitif sangat bergantung pada kualitas pelatihan yang diterima oleh pewawancara dan kerjasama dari narasumber.

Meski Wawancara Kognitif memiliki banyak keunggulan, tantangan seperti kebutuhan akan pelatihan intensif dan variabilitas dalam respons narasumber tetap ada. Selain itu, penting untuk selalu mengingat bahwa memori manusia memiliki keterbatasan dan rentan terhadap berbagai bentuk distorsi. Oleh karena itu, meskipun CI meningkatkan kualitas informasi yang diperoleh, penguatan dengan bukti tambahan tetap esensial.

Ke depan, integrasi teknologi seperti realitas virtual dan kecerdasan buatan dapat memperkaya metode ini, memberikan konteks yang lebih imersif dan analisis yang lebih mendalam. Penelitian yang berkelanjutan dan upaya untuk menstandarisasi pelatihan CI akan memastikan bahwa teknik ini terus berkembang dan memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang, termasuk penegakan hukum, psikologi klinis, dan intelijen. Dengan demikian, Wawancara Kognitif akan terus menjadi alat yang berharga dalam upaya untuk mengungkap kebenaran dengan lebih akurat dan andal.

Artikel ini disusun berdasarkan berbagai penelitian dan literatur tentang Wawancara Kognitif, yang dikembangkan oleh Ronald P. Fisher dan R. Edward Geiselman. Sumber utama artikel ini adalah buku seminal mereka:

  1. Fisher, R. P., & Geiselman, R. E. (1992). Memory-Enhancing Techniques for Investigative Interviewing: The Cognitive Interview. Springfield, IL: Charles C. Thomas
  2. Memon, A., Meissner, C. A., & Fraser, J. (2010). "The cognitive interview: A meta-analytic review and study space analysis of the past 25 years." Psychology, Public Policy, and Law, 16(4), 340-372.
  3. Khnken, G., Milne, R., Memon, A., & Bull, R. (1999). "The cognitive interview: A meta-analysis." Psychology, Crime & Law, 5(1-2), 3-27.
  4. Holliday, R. E. (2003). "Reducing misinformation effects in children with cognitive interviews: Dissociating recollection and familiarity." Child Development, 74(3), 728-751.
  5. Milne, R., & Bull, R. (2003). "Does the cognitive interview help children to resist the effects of suggestive questioning?" Legal and Criminological Psychology, 8(1), 21-38.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun