Mohon tunggu...
Gusni Pertiwi
Gusni Pertiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menuai paragraf

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pengaplikasian Asas Lex Spesialis Derogat Lex Generalis di Kehidupan Sehari-hari

19 Mei 2025   11:55 Diperbarui: 19 Mei 2025   11:59 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Insipirasi saya mengapa menulis mengenai asas lex spesialis derogat lex generalis ini adalah ketika beberapa hari lalu saya keluar kosan ditengah terik matahari untuk nyobain Buttercream Tiramissunya Fore. Disaat itu saya sedang menulis ulasan lain, namun saat googling untuk mencari referensi entah apa yang mendasari tiba-tiba muncul ulasan mengenai asas ini. Kemudian saya berfikir sepertinya asas ini merupakan salah satu asas yang bisa atau bahkan sering kita pakai dalam kehidupan meskipun aslinya asas ini berlaku di dunia hukum. Mengapa demikian?

Asas lex spesialis derogat lex generalis ini merupakan asas yang hidup dalam lingkaran ilmu hukum yang pengertiannya adalah "hukum yang khusus menyampingkan hukum yang umum". Jadi, asas ini merupakan salah satu asas preferensi yang dikenal dalam ilmu hukum. Asas preferensi adalah asas hukum yang menunjuk hukum mana yang lebih didahulukan (untuk diberlakukan), jika dalam suatu peristiwa (hukum).  Contoh, dasar hukum pidana yang kita pakai sampai saat ini adalah KUHP. Dimana dalam KUHP tersebut banyak sekali hal-hal yang diatur baik itu merupakan delik omisi maupun delik omnisi. KUHP juga mengatur tentang perlindungan terhadap anak termasuk perlindungan dari segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Namun, pada tahun 2002 Pemerintah melahirkan UU Perlindungan Anak yang secara khusus mengatur tentang berbagai perlindungan terhadap anak khususnya melindungi anak dari segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Sehingga, ketika terjadi suatu tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, penggunaan UU Perlindungan Anak dalam pemberian sanksi terhadap pelakunya harus didahulukan ketimbang KUHP. Sehingga dalam konteks ini, kedudukan UU Perlindungan Anak adalah sebagai lex spesialis dari pada KUHP.

Lalu apa hubungannya dengan kehidupan kita?

Disaat itu saya berfikir bahwa tanpa sadar saya sering menggunakan asas ini, mungkin pembaca juga sering. Pemikirannya seperti ini, kita sering sekali mendahulukan hal-hal yang penting dalam hidup kita ketimbang hal-hal yang tidak begitu penting dan memang kita perlu memilih dan memilah serta menimbang diantara a, b, atau c mana yang harus didahulukan? sebab terkadang ada beberapa hal yang tidak bisa kita dapatkan secara bersamaan sehingga mau tak mau kita harus memilih.

Untuk memilih diantara a, b, atau c tentu kita akan melakukan pertimbangan mana yang lebih pantas untuk didahulukan berdasarkan pada keadaan dan konsekuensinya.

Contoh ringannya, dalam kehidupan sehari-hari ketika uang di dompet tinggal 50 ribu  (di rekening? kebetulan juga kosong) tapi uang seminim ini merupakan jatah makan untuk seminggu kedepan disaat bersamaan pula (sebagai kaum wanita) lipgloss kita habis. Disaat seperti inilah aktifitas timbang-menimbang itu akan terjadi secara tanpa kita sadari. Pertimbangan yang akan terjadi diantaranya:

1. Apakah tetap akan membeli makanan secara online (goput)? seperti yang biasanya kita lakukan?

Dengan pertimbangan, kalau beli online pasti hanya dapat makan 2 kali, sebab tentu saja makanan online akan lebih mahal. Lalu bagaimana dengan nasib perut selama 6 hari kedepan?

2. Apakah kita akan membelanjakan habis uang 50k tersebut untuk membeli stok sayuran seminggu kedepan?

Dengan pertimbangan, kalau belanjakan stok sayur dengan menghabiskan uang 50k tentu untuk masalah makan seminggu kedepan sudah beres.

3. Apakah uang itu kita gunakan untuk beli lip gloss saja? (karena menahan lapar mungkin lebih baik ketimbang nahan tidak percaya diri tanpa lip gloss)

Dengan pertimbangan, kalau saya tidak memakai lip gloss tentu akan percaya diri melewati hari-hari.

Dari ketiga pertimbangan tersebut, tentunya kita akan menggunakan asas lex spesialis derogat lex generalis dengan mempertimbangkan mana hal yang harus kita dahulukan antara mendahulukan perut atau penampilan?

Kalau saya, tentu akan mendahulukan perut saya sebab saya punya penyakit asam lambung jika terlambat makan (apalagi kalau harus menahan lapar? misalnya) maka dari itu saya akan memilih untuk menggunakan uang tersebut untuk membeli stok sayuran. Mungkin ini adalah opini sebagian orang, tapi tidak menutup kemungkinan pula bahwa sebagian orang lain memilih penampilan sebagai lex spesialis dari pada membeli sayuran.

Penerapan asas ini dalam kehidupan sehari-hari mungkin bisa berbeda ditiap orang, sehingga disinilah perbedaan penerapannya dalam lingkup hukum. Sehingga, pada akhirnya asas ini juga berguna bagi kita dalam menentukan sesuatu didunia yang memang penuh dengan pilihan ini. Maka dari itu, untuk mempermudah hidup kita apabila dalam situasi harus memilih mungkin saja penggunaan asas lex spesialis derogat lex generalis adalah solusinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun