Abdul kembali terbelalak, "Wow! Aku tidak berpikir ke sana." Ia terdiam sejenak, "Jadi sebenarnya, orang ini melakukan kebaikan untuk keluarga ini?"
Aku kembali mengangguk, "Maka setiap orang di rumah ini memiliki motif. Hampir semuanya tidak suka kepada keluarga Heru dan Renjana. Kau juga, pak tua, walaupun berusaha memendam dalam hati."
Abdul membuang napas panjang, "Kalau begitu, aku tidak mengetahui siapa pelakunya pun tidak mengapa. Ia bekerja untuk tujuan yang baik."
"Terserah padamu."
Pada waktu ini Lauren kembali muncul dan mengatakan bahwa makan siang sudah siap. Kedua bocah yang masih bermain di dalam kolam renang pun dengan menggerutu terpaksa naik dan melepaskan pesawat terbangnya. Idris kemudian disuruhnya untuk memanggil kedua orangtuanya. Jansen menghampiriku dan bertanya.
"Paman Kilesa, habis makan siang kita bermain PUBG lagi ya. Ajari aku cara memotong jalan di map terakhir."
"Jangan, nanti kita kalah lagi. Kamu coba dulu di mode latihan."
"Yah, pokoknya kita main bersama, paman. Kuberitahu, paman Kilesa adalah pemotong jalan terbaik. Terbaik, pokoknya."
Aku tersenyum. Kemudian aku menatap Abdul yang memahami sesuatu, lalu mengerjapkan mata.