"Ingatanku tajam, pak tua. Ketika aku turun dari tingkat dua menuju halaman dalam jam 9 pagi tadi, sepatu itu masih terpampang dengan utuh dan baik di raknya."
"Maka waktu perusakan itu adalah antara jam sembilan dan jam sepuluh pagi ini. Hanya dalam waktu sejam, sepatu itu sudah rusak."
"Dan dari pengamatanku, semua penghuni rumah ini dalam waktu sejam itu masuk ke dalam rumah, setidaknya sekali. Jadi semuanya punya waktu itu untuk menyentuh sepatu itu." papar Kilesa.
"Kau benar, aku sempat masuk ke dalam rumah. Lauren juga."
"Idris dan Jansen, mereka mengambil pesawat terbang."
Abdul terbelalak, "Anak -- anak itu, bagaimana mungkin mereka..."
"Juga Bambang dan Leni. Walaupun mereka baru datang, mereka memiliki kesempatan untuk merusakkan sepatu itu."
Abdul menggeleng -- geleng. "Luar biasa, walau mereka tidak tahu bahwa Johnny akan pergi untuk menemui Kenanga?"
"Seperti itulah cara deduksi polisi bekerja, pak. Suka atau tidak suka."
"Namun aku sebenarnya tidak suka dengan hal yang berbelit -- belit, Kilesa. Sepertinya pun kau tidak akan memberitahu siapa pelaku perusak sepatu itu. Sepertinya kau melindungi orang itu. Aku benci menebak -- nebak. Namun, katamu, kau tahu alasannya. Apa alasannya? Supaya Johnny tidak pergi menemui Kenanga?"
Aku mengangguk. "Lebih tepatnya, agar hubungan seperti Heru dan Renjana tidak terulang lagi di keluarga ini."