Karena itu, Aku berkata kepadamu: Janganlah khawatir akan hidupmu, mengenai apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir akan tubuhmu, mengenai apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan, dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?... Karena itu, janganlah khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?... Karena itu, janganlah khawatir tentang hari esok, karena hari esok mempunyai kekhawatirannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. (Matius 6:25,31,34; Alkitab Terjemahan Baru Edisi 2)
Kompasianer yang terkasih, mengapa Yesus menekankan hal tentang kekhawatiran dalam seri khotbah-Nya di bukit? Karena rasa khawatir akan kebutuhan hidup yang pokok, khususnya soal makanan, minuman dan pakaian sedang dialami oleh para pendengar pada waktu itu, dan tentu saja relevan dengan kita yang menjadi pendengar pada masa kini. Jika kebutuhan pokok pada masa itu hanya disebut tiga jenis saja, pada hari ini tentu kebutuhan kita lebih daripada itu, bahkan sebelumnya dikenal istilah sembako (sembilan bahan pokok), maka sekarang sudah lebih dari sembilan jenis. Dengan berbagai pekerjaan dan penghasilan yang beragam, tidaklah mengherankan banyak orang (termasuk kita yang Kristen) merasa khawatir ketika tuntutan akan pemenuhan kebutuhan pokok tidak disertai dengan kecukupan uang dari hasil kerjanya.
Dari khotbahnya Yesus, saya mendapati tiga bahaya ketika kita khawatir terus menerus, bahwa kebutuhan hidup tidak akan terpenuhi karena kita tidak cukup atau tidak mempunyai uang sama sekali. Bahaya apa sajakah itu? Yang pertama, khawatir itu berbahaya bagi kita secara spiritual. Dengan khawatir terus menerus berarti kita meragukan, bahkan tidak mempercayai Allah sebagai Bapa yang mengasihi, memelihara dan mencukupkan kita, anak-anak-Nya. Jika ini yang terjadi, itu berarti ada masalah dalam hubungan kita dengan Allah, kita tidak melihat-Nya sebagai Bapa yang penuh kasih, tapi kita hanya melihat-Nya sebagai Oknum yang harus disembah dan dilayani. Hubungan dengan Allah sebagai Bapa berbicara tentang hubungan kasih yang ekslusif, bukan sekedar hubungan transaksional.
Yang kedua, khawatir itu berbahaya bagi kita secara mental. Dengan khawatir terus menerus berarti kita menimbun masalah demi masalah dari hari ke hari yang tidak akan pernah selesai. Hal itu hanya akan memberi masalah kepada kesehatan mental kita. Dengan terus memikirkan kebutuhan hidup yang mendesak sementara kita kekurangan atau tidak memiliki uang tidak akan memberikan jalan keluar, tapi justru akan membuat kita stres yang berkepanjangan dan pada akhirnya berimbas pada kesehatan fisik. Beberapa penyakit mental akibat stres: depresi, kecemasan, gangguan kepribadian. Sedangkan penyakit fisik akibat stres: sakit kepala, gangguan tidur, masalah pencernaan, penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan kulit, penurunan gairah seksual, obesitas.
Yang ketiga, khawatir itu berbahaya bagi kita secara moral. Dengan khawatir terus menerus berarti kita yang telah bermasalah secara spiritual dan secara mental akan sangat mungkin jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan yang amoral. Ketika kebutuhan hidup semakin mendesak dan pertolongan Tuhan atau orang lain tidak datang juga, maka kita bisa melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Mencuri, merampok, menipu, menjadi bandar narkotika, menjadi PSK dan lain sebagainya dianggap sebagai pembenaran atas dasar pemenuhan kebutuhan hidupnya. Saya pernah mendengar sendiri dari mulut orang-orang Kristen yang melakukan tindak pidana seperti di atas dengan alasan terdesak kebutuhan hidup ketika saya melayani mereka di beberapa penjara.
Nah sekarang, bagaimana supaya kita tidak khawatir? Jawabannya di ayat 33 yang sudah sangat populer dan dihafal umat Kristen yaitu: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Klise banget bukan? Betul, tapi banyak orang yang mengabaikannya karena berpikir untuk melakukannya terlalu sulit, padahal keraguan mereka kepada Allah dan firman-Nya itulah yang membuat hal yang mudah menjadi sulit, hal yang mungkin menjadi mustahil. Perhatikan, kata "Tetapi" menunjukkan solusi untuk mengatasi kekhawatiran, kata "carilah" dari teks Yunani zeteo yang artinya mencari terus menerus, dan kata "dahulu" dari teks Yunani proton yang artinya permulaan, terutama, pertama dari semuanya.
Dengan demikian, Yesus menegaskan kepada kita, bahwa mengenal Allah sebagai Bapa tidak akan membuat kita meragukan Dia karena kita selalu mengutamakan hubungan dengan-Nya terus menerus yang menjadi obat bagi khawatir yang terus menerus itu. "Dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu", menjadi kepastian bagi kita akan pemenuhan kebutuhan hidup sebagai anugerah Allah, bukan sebagai hasil kita mencari Dia. Contoh sederhana, kedua anak saya dicintai, dipenuhi kebutuhannya dan dilindungi bukan karena mereka telah mengerjakan sesuatu yang hebat bagi saya, tetapi karena mereka adalah anak-anak saya, itu saja! Mereka berdua tinggal bersama saya, berkomunikasi dengan saya setiap hari, jadi mereka mengenal saya sebagai bapa yang dapat dipercaya dalam urusan kebutuhan hidup mereka. Mereka berdua cukup meminta, bahkan sering tidak diminta pun saya tahu apa yang mereka butuhkan. Bukankah Bapa yang di sorga demikian bagi kita semua anak-anak-Nya di dalam Kristus? Amin, Tuhan Yesus memberkati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI