Kebebasan berbicara adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan, akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian (Notanubun, 2014, h. 112).
Di Indonesia, kebebasan berbicara dipayungi UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi," kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Melalui pasal ini, setiap warga negara bebas menyampaikan suaranya mengenai apapun (kecuali dengan tujuan buruk) tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Kebebasan berbicara juga menjadi salah satu kriteria terwujudnya pilar demokrasi di antara 5 kriteria lainnya yang disebutkan G. Bigham Powell Jr. dalam (Masduki, 2007,h. 97).
Dalam dunia pers, kebebasan berbicara diwujudkan dengan kebebasan jurnalis dalam menyuarakan aspirasi masyarakat. Â Hal ini termasuk dalam tanggung jawab sosial pers. Seperti yang tertulis dalam buku Jurnalistik:Teori dan Praktek karya Kusumaningrat bersaudara menyebutkan bahwa pers memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk :
1.Menyajikan berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, cerdas, dan memiliki makna;
2.Media harus menyediakan forum pertukaran komentar dan kritik;
3.Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok konstituen dalam masyarakat;
4.Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan nilai-nilai masyarakat; dan
5.Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi pada saat tertentu (Hutchins dalam Hikmat Kusumaningrat, 2007, h.21-22)
Contoh kebebasan berbicara media di Indonesia dapat dilihat pada karya jurnalistik WatchDog Documentary. Salah satu karyanya yang menyuarakan aspirasi masyarakat adalah film dokumenter yang berjudul Samin vs Samin. WatchDog turut menyuarakan suara perempuan dan warga Rembang, Jawa Tengah yang terancam tanahnya dipaksa dibeli oleh PT Semen Gresik bahwa mereka tidak ingin uang, ataupun semen, namun mereka butuh tanah, air, dan tempat tinggal tanpa campur tangan eksploitasi perusahaan.
Referensi:
Hikmat Kusumaningrat, P. K. (2007). Jurnalistik:Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Masduki. (2007). Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: LKis.
Notanubun.Peiroll Gerard.(2014).Tinjauan Yuridis Terhadap Kebebasan Berbicara dalam Ketentuan Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dalam Hubungan dengan Pasal 28 UUD 1945.Jurnal Ilmu Hukum,Mei-November 2014, 111-120
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI