Tak ada dinasti yang abadi. Itu pelajaran pahit yang harus diterima Pep Guardiola setelah Manchester City terhempas dari Liga Champions di tangan Real Madrid. Sang pelatih, yang telah membawa City ke puncak kejayaan, kini menghadapi realitas baru: musim ini mungkin bukan milik mereka. Tapi pertanyaannya, apakah ini hanya satu musim buruk atau awal dari kejatuhan mereka?
Guardiola dan City di Persimpangan Jalan
Manchester City sudah terbiasa merajai sepak bola Inggris dan Eropa di bawah kepemimpinan Pep Guardiola. Enam gelar Liga Premier, Piala FA, dan puncaknya, trofi Liga Champions 2023---semua ini membentuk warisan Guardiola di Etihad. Namun, seperti yang dikatakannya sendiri, "Tak ada yang abadi."
Musim ini menjadi cobaan terberat bagi Guardiola. Badai cedera, performa yang tak konsisten, dan lawan-lawan yang semakin kuat membuat City tersisih dari perburuan gelar domestik. Namun, pukulan terbesar datang di Santiago Bernabeu.
City tiba di Madrid dengan harapan membalikkan defisit 3-2 dari leg pertama. Tapi Real Madrid, dengan Kylian Mbappe sebagai bintang utama, punya rencana lain. Hat-trick dari Mbappe membawa Madrid menang 3-1, mengunci agregat 6-3 yang memastikan City tersingkir lebih cepat dari ekspektasi. Guardiola hanya bisa menerima kenyataan. "Kami tidak cukup baik. Mereka lebih pantas menang."
Masalah yang Lebih Dalam
Di balik kegagalan ini, ada pertanyaan yang lebih besar: Apakah dominasi City mulai retak? Banyak faktor yang bisa disoroti. Cedera Erling Haaland, misalnya, yang membuat City kehilangan tajinya di laga krusial. Sang striker Norwegia bahkan tak masuk starting XI meskipun sudah duduk di bangku cadangan.
"Erling mencoba berlatih, dari hasil pemeriksaan dia terlihat baik-baik saja, tapi dia sendiri merasa tidak nyaman. Dia bilang, 'Saya belum siap.'" ungkap Guardiola. Absennya Haaland jelas membuat City kehilangan senjata utamanya.
Tapi masalah City lebih dari sekadar absennya satu pemain. Lini pertahanan mereka kewalahan menghadapi kecepatan Mbappe, lini tengah mereka kalah duel, dan serangan mereka kurang menggigit di hadapan tembok Madrid. Ini bukan sekadar kekalahan biasa---ini alarm peringatan bahwa City butuh perubahan.
Apa Selanjutnya untuk Guardiola dan City?
Dengan 13 pertandingan Liga Premier tersisa, Guardiola menegaskan bahwa target mereka sekarang adalah mengamankan tiket Liga Champions musim depan. "Kami harus tetap berada di posisi empat besar untuk kembali ke Liga Champions." Tapi pertanyaannya, apakah City akan tetap menjadi kekuatan utama Eropa musim depan?
Guardiola sendiri masih memiliki kontrak hingga 2025. Namun, setelah tujuh tahun di Etihad, pertanyaan soal masa depannya mulai muncul. Akankah dia tetap bertahan untuk membangun ulang tim ini, atau justru mempertimbangkan tantangan baru?