Dari tahun ke tahun, sudah lumrah rasanya kalau 'pendidikan' selalu mendapat sorotan tersendiri di negeri ini. Mulai dari pra produksi nya, proses produksi nya, hingga hasil produknya . Dari ketiga tahap tersebut tentunya Pra Produksi yang tergolong di dalamnya Kurikulum dan Calon Guru merupakan kunci sukses keberhasilan tahapan tahapan selanjutnya. Kurikulum sudah sejak lama tercetus dari para Guru Besar bangsa ini, mulai dari kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947 yang mana arah pendidikan lebih bersifat politis , sampai ada pula yang plesetan nya abadi hingga sekarang yaitu CBSA (Catat Buku Sampai Habis) plesetan dari Kurikulum 1984.
      Bicara kurikulum, anggap saja itu adalah ideologi yang digunakan guru sebagai paradigma dalam proses memanusiakan manusia (anak didik) yang tergabung di dalam nya model pembelajaran. Tak terkecuali Kurikulum 2013, Hanya saja yang perlu digaris bawahi adalah Kurikulum 2013 khusus SD dan Sederajat berbeda dengan SMP & SMA . Perbedaan itu tak lain ialah dari segi model pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik terpadu, Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Hal ini memang termaktub jelas pada UU No. 23 Tahun 2002 pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab V pasal 1-b menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
       Hal yang menarik dan sangat mengundang tanda tanya besar adalah kenapa para pencetus daripada model pembelajaran tematik ini, tidak berfikir logis dan mendalam?? ,dimana bila suatu Konsentrasi Ilmu Pengetahuan di diskreditkan maka sudah pasti Ilmu Pengetahuan tersebut menjadi lemah dan dangkal dari segi pemahaman nya. Kenyataan pahit yang kita temui saat ini adalah anak-anak surplus umurnya, namun defisit pengetahuannya. Sudah kelas 6, tetapi pelajaran kelas 4 dan 5 banyak yang belum mereka kuasai.
       Tentunya hal ini akan menjadi efek domino dan bom waktu pada masa mendatang yang akan membuat Pendidikan di negeri ini semakin runyam .Oleh karena nya, harapan saya selaku penulis, khususnya kepada Kemendikbud yang berada di garda terdepan Pendidikan Indonesia agar lebih berani dan mampu dalam memfilter hasil penelitian dan teori-teori yang cenderung menjerumuskan anak didik bangsa ini kedepannya. Seperti halnya Terobosan pak Nadhim Makarim dengan RPP 1 Halaman nya, yang sebelumnya Rencana Pembelajaran itu setebal Kitab Suci, dengan pola fikir semakin tebal RPP maka semakin dianggap guru yang berkualitas. Ini merupakan hal yang keliru dan mendarah daging yang telah turun temurun dilakukan oleh para guru guru kita di negeri ini. dengan terobosan baru ini diharapkan guru-guru di Indonesia semakin efisien dan sungguh-sugguh dalam merancang rencana pembelajaran bukan hanya sekedar perlengkapan administrasi belaka.
       Memang seyogia nya kita sebagai manusia haruslah bersikap open minded (berfikiran terbuka) seperti yang disandarkan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, bahwa beliau berkata : Lihatlah apa yang dikatakan jangan melihat siapa yang mengatakan. Dan juga seperti filosofi telur ayam yang di sebutkan oleh Alm.KH.Zainuddin MZ "walaupun keluar dari dubur ayam, kalau memang telur, ambil. walaupun keluar dari dubur jenderal, jika kuning, lari".
        Opini ini dimuat bertujuan untuk menjelaskan ke khalayak ramai bahwa masih banyak carut marut di khasanah Pendidikan Negeri ini, dan juga agar setiap dari kita bisa lebih sadar dan bisa lebih berfikir rasional nan kritis dengan teori Pendidikan yang cenderung 'Mengkanibal Dirinya Sendiri'
Demikian, Â Wabillahi Taufiq Wal Hidayah Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Medan , 15/08/2020
Tanzil Hafiz
IG : @thnz_hfz_
Twitter : @thnz_hfz