[caption id="attachment_331145" align="aligncenter" width="594" caption="Sumber : dokumen pribadi TD"][/caption]
Tradisi Keluarga
Untunglah di keluarga kami mempunyai kebiasaan membaca. Tradisi membaca itu sudah melekat dalam keseharian sebagai kebiasaan turun menurun. Mulai dari  Ayahanda Haji Dahlan Bin Affan, beliau seorang ulama, tiada hari tanpa membaca. Hebatnya Bapak yang berasal dari Bengkulu selalu mendahulukan membaca kitab suci sebelum membaca kitab kitab lain. Tak Ayal dalam siklus bulanan maka khatamlah kitab suci Al Qur'an. Kitab suci Al Qur'an itu disisipkan kertas kecil sebagai penanda sampai dimana bacaan Bapak setiap hari. Catatan kertas kecil dituliskan nama surat, nomor ayat dan tanggal bulan batas membaca.
Tahun 60 sampai 70 an adalah masa terindah dalam sejarah kehidupan saya ketika masih bersama Ayahanda dan Ibunda dan saudara sekandung sebelum dipaksa merantau ke Palembang untuk melanjutkan kuliah. Seperti di utarakan diatas setelah membaca Al Qur'an, Ayahanda baru membaca kitab lain. Kitab itu Ilmu Figh dalam tulisan arab melayu. Setelah itu Bapak baru membaca Majalah Selecta. Majalah terbitan bulanan dari Jakarta adalah sejenes majalah poluper di zamannya yang memuat berita nasional.
Maklum kami tinggal di desa kecil Tempino 27 Kilometer dari Kota Jambi. Setiap bulan kakanda Syahrir (uda Buyung) diwajibkan membeli majalah Selecta ke Jambi. Majalah itu pertama di baca oleh Ayahanda, tidak semua yang ada di majalah Bapak baca , hanya yang penting penting saja, terutama berita nasional berupa politik dan ekonomi. Sedangkan bacaan tetang berita selain itu berupa pemberitaan tentang film, artis dan olahraga menjadi kegemaran kami anak anaknya.
Ibunda Hajjah Kamsiah Binti Sutan Mahmud lain lagi minatnya. Mamak, demikiann kami memanggil sayang Ibunda. Mamak adalah seorang penulis. Ibunda yang asli berasal dari Lintau Batusangkar Sumatera Barat sangat gemar menulis. Maksud saya menulis surat. Kami, 7 orang anaknya tidak ada yang tidak mendapat kiriman surat dari mamak. Sebagai keluarga berasal dari minangkabau kami adalah kaum perantau. Merantau karena melanjutkan sekolah dinegeri orang sampai ke jawa. Nah, ketika anak anak Mamak berada jauh di kota lain maka surat mamak sebagai penyambung silaturahim keluarga.
Mamak sangat rajin menulis surat. Hampir setiap bulan surat tiba di anak anak. Dengan menggunakan fasilitas kantor pos dan prerangko secukupnya Mamak menulis berlembar lembar nasehat. Ya isi surat itu adalah nasehat. Tulisan mamak sangat bagus, miring kekiri dan di tulis dengan ejaan lama. Selalu saja soerat itoe ditanda tangani mamak dengan initial Kamsiah. Turut serta pula disana tanda tangan Bapak Dahlan. Selain sebagai penulis, Mamak juga seorang saudagar minang, Ibunda rapi mecatat setap barang dagangannya termasuk oetang pioetang agar bisa dijadikan bukti dunia bahwa berniaga itu harus jujur seperti pesan sang Ulama Ayahanda haji Dahlan Bin Affan..
Penulis Kata Sambutan
Terbiasa dengan didikan membaca didalam keluarga, saya nampaknya tertular juga. Apalagi yang akan dibaca selain buku pelajaran Karena disaat itu sekolah belum lagi ada buku buku cerita atau bacaan lain. Sampai robek robek buku itu baca karena seringnya diulang. Kata Bapak, bacalah terus kalau perlu sampai 40 kali, niscaya pelajaran itu melekat di otak. Kini saya menyadari analog dengan sistem komputer dimana terdapat hard disk, maka membaca berulang ulang ibarat meng entry tulisan via keyboard untuk di save di memory. Artinya pelajaran itu akan tersimpan abadi di memory permanet dan takkan hilang kecuali terkena virus gila.
Membaca paling tidak mengurangi kegiatan diluar rumah. Sebutan kutu buku memang pantas saya terima, sementara kawan kawan bermain bola, saya asyik masyuk dengan buku. Seperti cerita bersambung kho ping ho yang menarik untuk ditamatkan ketika saya membaca buku pelajaran. Tak laiklah ketika nilai nilai pelajaran bisa menggunguli teman teman sehingga saya selalu berbagi untuk mengerjakan PR teman teman. Kegemaran membaca  terus semsakin mendapat takdirnya ketika duduk bangku kuliah. Buku semakin banyak tersedia di perpustakaan dan disanalah tempat bertanya dimana sang "guru" tidak pernah bosan menjawab pertanyaan mahasiswa.
Alhamdulillah ketika bekerja kegemaran membaca itu mendapat dampingannya yaitu menulis. Menulis adalah muara membaca, apapun yang ditulis semua bersumber dari bacaan yang kemudian dirangkum dalam kata demi kata menjadi kalimat berujung di paragraf. Tidak mungkin seorang penulis bisa mendaratkan paragraf apabila dia tidak membaca terlebih dahulu. Tentu saja yang ditulis adalah tulisan dinas dalam bentuk telaah staf, menyusun kata sambutan komandan dan ikut dalam team penyusun peraturan kedinasan.