Â
Catatan Thamrin Dahlan
Hari raya Idul Fitri identik dengan ketupat. Tanpa kehadiran ketupat rasanya lebaran hambar. Segitu hebatnya magis ketupat sampai sampai emak emak dalam strata kondisi ekonomi apapun berjuang bagaimana caranya menghadirkan rangkaian janur kuning di dapur.
Merangkai janur kuning menjadi tempat beras yang kemudian ditanak bukan pekerjaan mudah. Â Awak teringat sewaktu masih Sekolah Rakyat di Tempino Jambi tahun 60 an bagaimana sulit membuat ketupat.
Kalau tidak diancam dimakan Genduruwo belum tentu bisa merangkai ketupat. Emak emak zaman dulu cukup cerewet sedikit brangas  memaksa anak anak desa wajib bisa membuat ketupat.  Ya Sosok serem Gendurumo itulah untuk menakut nakuti.Â
" Kalian mau disantap raksasa kalau belum juga bisa membuat ketupat."
Nah nostalgia itu kini menjadi kebanggaan ketika awak merangkai ketupat sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1442. Â Ternyata ketrampilan membuat ketupat masih melekat di memory permanet. Â Walau tertatih tatih namun jadi juga tuh ketupat.
Kali ini keluarga kami membuat ketupat ketan. Â Pasalnya ketupat biasa (beras) sudah dibuatkan oleh Keluarga Adinda Erlinda Busri. Bentuk ketupat agak lebih kecil, proses membuat sama yaitu direbus dalam waktu tertentu.
Pasangan ketupat ketan itu apalagi kalau bukan kolak durian. Waduh nikmatnya bukan kepalang.  Hadiah berbonus kebahagiaan merayakan Hari Kemenangan 1 Syawal bertepatan Kamis 13 Mei 2014.  Jarang jarang menikmati kuliner spesial  kalau tidak di hari spesial pula.
Sehari menjelang lebaran awak berkelillng Perumahan Bumi Harapan Permai. Sampai pula di kawasan samping Kelurahan Dukuh menyaksikan ramainya emak emak di warung sayur. Belanja keperluan lebaran. Â Paling sibuk si bapak penyedia jasa memarut kelapa pakai mesin. Â Ibu ibu sabar antri berjejer menunggu giliran . Â Rupanya harga kelapa pun menyesuaikan lebaran. hahaha