Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ini Alasan Kenapa Perantau Rela Berpayah-payah untuk Mudik

12 Juni 2018   17:16 Diperbarui: 13 Juni 2018   14:18 2537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberadaan HP tak  sedikitpun mengurangi semangat mudik bersebab sungkem memiliki nilai berlebih dibanding hanya via telepon. Itulah sebabnya mau berpayah-payah menempuh perjalanan jauh guna mengejar redha ibunda dan ayahanda di hari raya.

Bagi para pemudik, apapun kondisinya, mudik adalah satu ritual kewajiban tahunan yang dipertahankan dari tahun  ke tahun. Bukan saja bagi perantau lama tetapi pemuda-pemudi yang tengah berjuang hidup di kota menyiapkan jauh-jauh hari agenda mudik.

Bukan soal sudah berhasil atau belum membahagiakam mak dan bapak, tetapi sejatinya sungkem itu adalah kekuatan moril luar biasa.

"Bunda, maafkan ananda. Hanya bisa membawa hadiah sekedarnya". Tangisan anak rantau menghiasi serambi rumah setelah salat Ied.

"Anakku, Bunda bangga atas jerih payah mu nak. Kehadiranmu di tengah keluarga sudah melebihi segalanya." Haru sendu menghiasi hari kemenangan semua anak berkumpul  bergiliran sungkem sujud di telapak kaki orangtuanya.

Dokpri
Dokpri
Di rumah  gubuk lain tepian desa seorang pemuda membawa perbekalan mudik. Hanya  itulah kemampuan yang didapat tahun ini dari hasil menabung.

Dengarkan apa yang ditangisinya ketika sungkem. "Mbok, aku belum bisa membawa pendamping hidup, maafkan. Insya Allah dengan restu, tahun depan ya".

Si Mbok tersenyum sembari mengelus gimbal si lanang. Teringat dua tahun  berturut itu saja laporan si anak bungsu.

"Ora opo opo lee, koe masih  muda dan gagah. Salatmu rajin toh?" Terdengar isak tangis si Mbok sembari menguat nguatkan hati merenungkan betapa pedihnya kehidupan anak  di kota.

So, pasti di zaman now para perantau memiliki handphone. Malah sebenarnya bisa video call langsung bicara dengan orang tua di kampung minta maaf enggak bisa mudik.

Namun video call atau semacamnya tidak bisa menggantikan sungkem mudik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun