Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jonan, Sang Jagoan

13 Desember 2014   15:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:23 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Sasono Utomo, TMII sekitar pukul 9.an, seorang berbaju safari meminta saya untuk minggir. Saya yang berada di punggung panggung atas dan bersuasana redup, kaget. Ada apa? Ternyata ada seorang menteri yang akan lewat. Saya pun minggir, memberi jalan menurun pada lelaki berbaju putih lengan pendek berambut pendek.

“Semua sama, satu kelas!” kata Ignasius Jonan perihal pelayanan commuterline yang bisa disebut sukses. Walau untuk itu, lelaki berbaju putih itu berdarah-darah membenahi perkeretaapian negeri ini. Sehingga tak ada lagi pemandangan orang-orang nekad duduk di atap kereta – terutama untuk Jabodetabek. Lebih dari itu, Stasiun Keretaapi dan yang berkaitan dengan keretaapi sejak setahun tahun terakhir ini demikian kinclong. Orang menjadi nyaman naik kereta api, tak hanya untuk pengguna commuterline. Karena kereta kelas ekonomi antarkota pun berubah drastis: nyaman.

14184341331348923710
14184341331348923710

Ignasius Jonan ketika di acara Kompasinival 2014, TMII. (foto:TS)

Pemaparan itu membuat saya respek. Saya termasuk orang yang tak gampang meng-iyakan statement tokoh public jika tak mendengar langsung perihal “kehebatan”nya. Pasalnya, ada saja media yang tak membuat tulisan/laporan secara tak seimbang. Sehingga, seolah-olah ia hebat dan kata-katanya demikian bertenaga alias sakti.

“Pak Dahlan ngajarin orang tersenyum. Saya waktu itu ditugaskan BUMN, satu-satunya yang saya ingat, diajarin kalau jadi CEO itu harus tersenyum. Dalam hati saya bilang, orang yang bisa jalankan KAI sambil tersenyum itu gila,” ungkap Jonan, ketika ia ditabalkan menjadi Marketeer of The Year 2014, Kamis (11/12) oleh Majalah Marketeer karena beres membenahi moda angkutan yang khas ini.

Tolok ukur dari keberhasilan, tentu ada ukurannya dan terukur. Yakni lewat angka-angka. Dan Jonan, bisa diterima untuk alasan itu. Di mana kinerjanya ketika menjadi masinis KA, ia membubuhkan keuntungan yang signifikan. Yakni dari PT KAI yang merugi 83,5 (tahun 2008) miliar menjadi untung hingga 154,8 miliar.

Catatan kecil ini, hanya sebagai sebuah harapan pada (para) pemimpin negeri ini, yang masih bisa dibilang morat-marit. Terutama kepiawaiannya dan integritas. Memang, tak perlu seperti Jonan yang bisa meringkuk tidur di bangku penumpang keretaapi untuk acara sidaknya itu. Ia adalah tipe orang yang bekerja tanpa embel-embel. Bekerja dan memperbaiki, sesuai dengan kemampuannya. Jika sekarang Sang Jagoan diganjar untuk membenahi Kementerian Perhubungan, kita masih mempunya asa. Di lingkungan ini bisa melayani publik secara baik. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun