Cerita Minggu Pagi 93:
Bagian lima
Searching  di portal berita, kudapati nama yang selama ini kuhormati. Seorang lelaki yang lebih banyak diam, kecuali membelikan buku-buku untuk aku baca sekaligus mempelajarinya. Apakah itu petualangan Tintin, sains fiksi, hingga dongeng lokal.Â
"K Diduga Menyuap ...."
Kalimat itu behenti dan menancap langsung ke mata, otak dan menyebar ke seluruh tubuh. Menggigil aku dibuatnya. Benar-benarkah K itu adalah ayah, bapak atau papaku? Ini yang tak bisa kupahami dengan otak kecilku.
Ingatan pada lelaki yang sebagian rambutnya memutih mendekati seorang guru besar yang menyebutkan dalam tokohnya Tam: tangguh dan jujur?
"Dengan membaca, kamu bisa lebih baik dari teman-temanmu yang idak membaca."
"Maksud Papa?"
"Kamu menjadi bukan orang biasa."
Keningku berkernyit kiat kuat. Rentetan kalimat yang kurang kupahami, waktu itu. Terlalu besar arti kata-kata papa yang kalimatnya kumengerti namun tidak kufahami lebih jauh maknanya. Â
 "Ella akan bisa bertutur lebih baik daripada teman-temanmu yang hanya bisa berkata-kata tanpa pernah membaca."
Itu baru bisa kupahami ketika lulus SLA. Pada usia persis tujuh belas tahun saat aku juga mulai memahami umur seorang menginjak remaja dan bacaan yang kukunyah dari buku-buku yang papa sodorkan kepadaku.