Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Milea, Aku Datang

11 Februari 2018   06:44 Diperbarui: 11 Februari 2018   08:11 10619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Minggu Pagi 65

Matahari sedang berjemur, setelah seminggu dikepung mendung dan angin dingin. Sengatan sang surya lumayan galak bak berada di atas ubun-ubun. Semua dijilati. Aku berlindung di bawah bayang-bayang daun pohon rimbun, duduk di kursi besi bercat hitam dingin. Bangku Taman. Membaca Koran pagi, sembari senyum-senyum.

"Selamat datang hari cerah, di mana mentari seperti kartu ponselmu ...kedut-kedut."

"Kok?"

"Ya, sinyalnya sesekali mendut-mendut, kan?"

Geblek. Aku tak ingin meladeninya. Mending menyimak wajah sendu seorang pengusaha muda berjilbab yang senyum tipisnya diberikan ke arahku. Kau mau menjadi istriku? Tak? Jangan begitu. Aku komplet sebagai lelaki. Lelaki pejalan tangguh. Pengangguran tapi.

Kalau ia diam saja, dan di gambar lain ia agak menahan senyumnya yang mendekati Milea, hm. Syukurlah. Ini jenis wanita idaman zaman now. Yang sebenarnya kerap memberontak, walau bisa diajak sendu-sendu.

"Senang duit, gitu?"

"Aku nggak bilang gitu."

"Lho, tapi aku dibilang sendu?"

Ini repotnya menghadapi wanita muda, sukses dan jomblo. Persis kayak aku. Yang mestinya bisa dipertemukan. Entah di mana. Aku di sini dengan lembaran Koran terbitan Bandung yang banyak menghasilkan mojang-mojang geulis.

"Kamu kalau mati, ingin matinya di mana?"

"Hus....!" semburku.

"Ya, kenyataan aja. Supaya nyaman dan dengan senyuman."

Plak!

Aku kadang tak suka dengan dialog semacam itu.  Mending dengan Milea di koran itu. Walau ia lebih banyak diamnya (kan nggak bisa omong. Belum ada Koran yang bisa omong. Ini Koran cetak, lho ya. Bukan Koran kayak sekarang).

"Kamu kok cantik, sih....."

"Kan mojang Priangan."

"O."

"Mau jadian denganku, dong?"

"Motormu CB kan?"

"Ya."

"Pas."

"Trus?"

"Kita ke Tangkuban Perahu."

"Ngapain?"

"Kok ngapain. Ya, mojoklah."

Aku menjentikkan jari. Ceplek. Aku meringkus Koran. Kupandangi langit yang masih menyemburkan sinar galaknya. Kuharap, kau bukan seperti itu. Setelah sepekan ini digulung mendung. Di Bandung mendung kan asyik. Tak seperti di Jakarta. Dikepung gedung. Sama di Bandung ada juga gedung menjulang. Namun masih banyak pohon dan taman yang dibikin walikotamu yang hobi membuat taman.

"Di taman Jomblo kita ketemuan."

"Ok."

Aku memasukkan lipatan Koran Bandung itu.  

"Milea, Abang datang....!"

Kuceplak sepeda. Menuju pulang. Aku mau pamit sama Emak. Untuk menemui mojang Priangan. Uhuuuuy!

***

AP, 11/2/18

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun