Setelah mendaftar, tidak perlu menunggu lama, nama saya pun dipanggil untuk pemeriksaan tensi dan berat badan.
Kemudian saya sampaikan keluhan saya. Petugas yang bernama Dika itu, meminta saya ke Ruang Tindakan untuk dibersihkan luka di tangan saya.
"Coba lihat, di Ruang Tindakan ada teman saya nggak? Kalau ada minta ditangani. Setelah itu, Ibu ke saya lagi ya, buat saya wawancara. Kebetulan saya adalah penanggung jawab program vaksin antirabies," katanya.
Saya pun ke Ruang Tindakan, eh ternyata petugasnya adalah ibunya kawan anak kedua saya, yang berteman dari SD, SMP, dan SMA di sekolah yang sama. Saya baru menyadari setelah dia menyeru, "Eh Mama Najmu." Senang dong.
Kepada petugas yang bernama Eva Siska, ini saya ceritakan kondisi saya. Ia lalu membuka perban di telapak tangan saya. Kemudian dicuci di washtafel dengan menggunakan sabun antiseptik khusus untuk segala jenis luka.
"Kalau nggak punya sabun antiseptik, bisa menggunakan deterjen karena busanya banyak. Ini bagus untuk mematikan bakteri yang ada di luka," terang Eva Siska yang biasa saya sapa Mama Ara.
Setelah dicuci, dilap, disemprot dengan cairan entah apa namanya, lalu luka-luka di tangan saya, baik itu cakaran atau gigitan diolesi salep. Setelah itu, diberi plester. Sudah. Selesai deh.
Saya pun kembali menemui Pak Dika. Kemudian ia menjelaskan, untuk vaksin antirabies lebih diprioritaskan untuk digigit monyet, anjing, dan musang. Kalau kucing tidak menjadi skala prioritas kecuali luka gigitannya dalam. Ia melihat luka saya tidak dalam.
Ia pun meminta saya untuk mengevaluasi dua pekan setelah pengobatan. Apakah saya mengalami demam, mual dan muntah, merasa gelisah, menghindari minum air, sakit kepala atau gejala-gejala lain ke arah rabies.
Saya juga diminta untuk mengawasi apakah kucing itu tetap muncul atau justru menghilang. Jika kucing tersebut menghilang karena mati atau menunjukkan gejala rabies dalam dua pekan itu, saya diminta melapor padanya. Ia bersama tim akan melakukan mediasi dengan pejabat setempat untuk menjemput kucing itu untuk diobservasi.
Setelah pengobatan itu, si kucing orens tetap menampakkan wajahnya. Seperti biasa, setiap subuh kucing itu sudah terlihat nongkrong di depan rumah. Bahkan, bertengger di depan jendela. Entah mau cari keributan lagi? Dan, si Mimi perlahan-lahan menyembunyikan diri.