Ketika Indonesia sedang ramai-ramainya memuji mobil listrik sebagai solusi masa depan, Jepang justru mengambil langkah berbeda.Â
Negara yang dikenal sebagai raksasa otomotif itu tidak ikut-ikutan terburu-buru memproduksi mobil listrik berbasis baterai secara besar-besaran. Mereka justru fokus mengembangkan teknologi kendaraan berbahan bakar hidrogen; sebuah pilihan yang bagi banyak orang terasa kurang populer, tapi ternyata jauh lebih strategis.
Di saat sebagian besar mobil listrik saat ini menggunakan baterai lithium-ion yang harus diisi ulang lewat sumber listrik, Jepang menekan sumber energi yang dihasilkan apakah bersih untuk menyalakan satu mobil.Â
Banyak stasiun pengisian daya mobil listrik di dunia, termasuk Indonesia, masih menggunakan listrik dari batu bara, gas alam, atau minyak bumi. Jadi walaupun mobilnya tidak mengeluarkan asap, proses "menyalakan" mobil itu masih bergantung pada energi kotor.
Mobil Listrik Belum Sepenuhnya Hijau: Di Sinilah Jepang Mengambil Alih
Kita sering berpikir bahwa mobil listrik otomatis berarti ramah lingkungan. Padahal, kalau ditelusuri lebih dalam, sumber energi yang mengisi daya mobil listrik hari ini sebagian besar masih berasal dari energi fosil.Â
Ya, mobilnya memang gak pakai bensin, tapi listrik yang dia "minum" untuk mengisi daya masih dihasilkan dari batu bara, gas alam, atau minyak bumi.
Bahkan menurut data bauran energi nasional pada Mei 2025, listrik dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Indonesia masih di bawah 15% atau sebesar 14%. Data tersebut menunjukkan bahwa EBT Indonesia masih di bawah target harapan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025 sebesar 15,9%.Â
Artinya, meskipun kita mengisi daya mobil di charging station yang canggih, sumber listriknya bisa jadi berasal dari pembangkit berbasis batu bara. Mobil listrik memang tidak menghasilkan emisi langsung saat dikendarai, tapi proses "menghidupkannya" masih membawa jejak karbon yang besar bagi lingkungan.
Nah, di sinilah Jepang mengambil tindakan berbeda. Mereka tahu bahwa transisi energi bukan hanya soal mengganti mesin, tapi juga soal mengganti sumber energi secara menyeluruh. Maka, mereka melirik hidrogen sebagai bahan bakar masa depan.