Mohon tunggu...
Tesalonika Hsg
Tesalonika Hsg Mohon Tunggu... Kompasianer 2024

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Apakah Pelamar Kerja Sekarang Lebih Takut Stabilitas daripada Gaji Rendah?

6 Mei 2025   08:30 Diperbarui: 6 Mei 2025   09:09 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Berangkat Kerja (Sumber: Unsplash)

Dulu, sebagian besar pelamar kerja menjadikan nominal gaji sebagai pertimbangan utama saat menerima tawaran kerja. 

Tapi kini, seiring maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena efisiensi, pertanyaan yang muncul justru lebih banyak berkaitan dengan keberlanjutan. 

Apakah perusahaan ini akan bertahan? Apakah saya aman selama 3-5 tahun ke depan? Apakah saya hanya akan menjadi bagian dari strategi sementara?

Fenomena ini tidak muncul begitu saja. Di media sosial, semakin banyak kisah karyawan yang baru bekerja beberapa bulan lalu namun kini harus pulang lebih dulu karena perampingan. 

Pesan yang tersampaikan secara tidak langsung kepada pelamar kerja adalah bahwa loyalitas dan kerja keras tidak cukup menjamin kelangsungan posisi. 

Makna bekerja pun perlahan bergeser. Bukan lagi tentang mimpi jangka panjang, melainkan tentang kemampuan bertahan dari siklus yang tidak pasti.

Ketakutan yang Tumbuh dari Realita Kolektif

Pelamar kerja hari ini tumbuh dalam dunia kerja yang terus berubah. Informasi tentang PHK tidak lagi tersembunyi, melainkan tersebar luas dan cepat. 

Komentar mantan karyawan di platform profesional, unggahan viral tentang perpisahan mendadak, hingga analisis tren industri turut membentuk persepsi bahwa stabilitas kini lebih langka daripada gaji tinggi.

Ketika pelamar mengajukan pertanyaan seperti "Bagaimana kondisi keuangan perusahaan?" atau "Apakah perusahaan pernah melakukan PHK besar?" saat wawancara kerja, itu bukan sekadar formalitas. Itu adalah bentuk komunikasi antisipatif. 

Pelamar ingin menangkap pesan tersirat, bukan hanya jawaban tekstual. Mereka membaca bahasa tubuh, intonasi, bahkan keengganan rekruter menjawab, lalu membentuk makna di kepala mereka: apakah tempat ini bisa dipercaya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun