Pada tahun 1964, Marshall McLuhan, seorang ahli media terkenal, memperkenalkan konsep "The Medium is the Message" yang menggambarkan bagaimana media dan teknologi tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga cara kita berpikir dan bertindak.Â
McLuhan berargumen bahwa teknologi, baik itu televisi, radio, atau internet, memiliki dampak yang jauh lebih besar dari sekadar alat komunikasi. Teknologi membentuk pola pikir, kebiasaan, dan struktur sosial kita.
Dalam konteks ini, meskipun teknologi menawarkan kemudahan, ia juga membawa tantangan besar bagi mentalitas manusia, termasuk meningkatnya kecemasan. Teori McLuhan menjadi relevan untuk memahami bagaimana dunia digital yang semakin berkembang saat ini mempengaruhi kehidupan kita.
Di era digital ini, kita sering mendengar kalimat "teknologi memudahkan hidup." Dan memang benar, berkat kecanggihan teknologi, banyak aspek kehidupan yang jadi lebih efisien.Â
Dari pekerjaan yang lebih cepat selesai hingga komunikasi yang lebih mudah antar individu, teknologi seolah membawa kenyamanan yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun, di balik semua kemudahan tersebut, ada satu pertanyaan besar yang sering terlontar: apakah semakin canggihnya teknologi justru membuat manusia semakin cemas?
Kemudahan yang Membebani: Teknologi dan Tekanan Hidup
Satu hal yang tidak bisa disangkal adalah bahwa teknologi mempermudah hidup kita. Dulu, jika ingin berkomunikasi dengan teman atau kolega yang jauh, kita harus menunggu surat atau bahkan menelepon dengan biaya yang cukup mahal. Sekarang, dalam hitungan detik, kita bisa mengirim pesan, video call, atau bahkan bekerja dari jarak jauh dengan mudah.
Namun, kenyamanan ini membawa tantangan tersendiri. Teknologi yang semakin canggih seolah menciptakan standar baru dalam kehidupan kita.Â
Misalnya, ketika pekerjaan semakin mudah diakses dengan perangkat digital, ada ekspektasi bahwa kita harus selalu siap 24 jam. Pesan email yang datang di malam hari, notifikasi pekerjaan yang terus muncul di ponsel, hingga rapat virtual yang memakan waktu lebih banyak semua itu menciptakan tekanan.Â
Teknologi yang dirancang untuk mempermudah hidup, malah menjadi beban yang semakin berat.
Kecemasan Masa Depan: Ketergantungan pada Teknologi dan Penggantian Pekerjaan oleh AI
Kecemasan terhadap teknologi juga semakin meningkat dengan munculnya kecerdasan buatan (AI). Dulu, manusia merasa lebih aman dengan pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dan kreativitas pribadi. Tapi sekarang, teknologi AI mulai menggeser posisi banyak pekerjaan yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia. Ini menciptakan kekhawatiran besar, terutama di kalangan pekerja yang merasa terancam posisinya.
AI dan otomasi memang menawarkan efisiensi yang luar biasa. Tapi, bagi banyak orang, ada rasa kehilangan kendali atas pekerjaan mereka. AI menggantikan pekerjaan rutin, bahkan pekerjaan yang lebih kreatif, dan banyak orang merasa tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi ini. Kecemasan akan masa depan pekerjaan ini bisa memicu overthinking, dengan pikiran-pikiran tentang bagaimana bertahan di dunia yang serba canggih ini.
Prediksi Pekerjaan yang Bakal Tergeser di Tahun 2030: Teknologi Mengubah Dunia Kerja
Jika kita melangkah lebih jauh ke depan, yaitu tahun 2030, bisa diprediksi bahwa lebih banyak pekerjaan yang akan tergeser oleh perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan.Â
Pekerjaan yang sifatnya rutin dan berbasis data, seperti kasir di supermarket, operator telepon, atau pekerjaan di lini manufaktur yang mengandalkan keterampilan mekanis, kemungkinan besar akan digantikan oleh robot atau mesin pintar.
Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan pengolahan data besar, seperti analis data atau pengolah informasi, juga akan digantikan oleh AI yang mampu memproses informasi dalam jumlah masif dengan kecepatan yang tak tertandingi manusia.Â
Bahkan, dalam bidang kreatif, teknologi seperti algoritma AI yang sudah mampu menciptakan musik, desain grafis, hingga penulisan artikel, bisa mulai mengambil alih peran-peran kreatif tertentu, meskipun masih ada ruang untuk keterlibatan manusia dalam hal pengembangan ide dan sentuhan personal.
Di sisi lain, profesi-profesi yang mengandalkan empati, kreativitas manusia, serta kemampuan adaptasi dan penyelesaian masalah kompleks mungkin akan tetap relevan. Pekerjaan seperti psikolog, konsultan kreatif, atau manajer proyek yang membutuhkan interaksi manusia dan pengambilan keputusan berbasis pengalaman serta kecerdasan emosional, diprediksi akan terus berkembang meskipun dengan adanya teknologi.
Namun, meskipun teknologi dapat menggantikan banyak posisi, ada sisi positifnya. Teknologi juga membuka banyak peluang kerja baru.Â
Misalnya, profesi yang berkaitan dengan pengembangan dan pemeliharaan teknologi, seperti insinyur AI, analis data, atau spesialis keamanan siber, diprediksi akan meningkat pesat. Pekerjaan yang berfokus pada inovasi, penelitian, dan solusi kreatif akan menjadi semakin penting dalam dunia yang semakin bergantung pada teknologi.
Meskipun teknologi membawa kemudahan, ia juga menciptakan tantangan baru yang harus dihadapi manusia. Menghadapi perubahan ini dengan bijaksana dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi tanpa rasa tertekan akan menjadi kunci untuk mengurangi kecemasan di era digital ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI