Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnaen
Iskandar Zulkarnaen Mohon Tunggu... -

Curhat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pilpres Gombal-Gambul di Papua

13 Agustus 2014   03:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:42 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau tidak karena kegigihan Prabowo - Hatta menuntut ke MK, maka kecurangan KPU yang sangat massif di Papua takkan pernah terungkap. Kecurangan itu akan masuk ke dalam sistem demokrasi, yang meracuni aliran darah kebangsaan. Selagi masih ada anak bangsa yang mendapat perlakuan seperti itu seperti itu maka peradaban bangsa ini akan tetap terpuruk. Tak ada satu kelompok masyarakat pun yang boleh dianggap terbelakang, atau diperlakukan sebagai komunitas terbelakang. Mengapa? Karena kita hidup di atas pentas peradaban yang sama.

Kesalahan KPU menjadi berlipat ganda. Sudahlah curang memperlakukan suara anak bangsa, curang pula soal anggaran pemilu. Kemana semua dana operasional KPU yang diperuntukkan untuk penyelenggaraan pemilu di Papua? Menjadi bancakan korupsi, bukan? Tak ada TPS, tak ada kotak suara, tak ada honor KPPS. Semuanya dikarungi oleh Penyelenggara Pemilu untuk memperkaya diri sendiri dan komplotannya. Soal kenyataan suara yang tak sah itu digunakan untuk memenangkan Jokowi - JK, itu urusan lain lagi. Hal itu menjadi bukti adanya campur-tangan Timses Jokowi - JK di dalamnya.  Tak bisa tidak!

Bahwa ada campur tangan Timses Jokowi - JK dalam rangkaian kecurangan ini tak dapat dipungkiri lagi.  Pernyataan saksi bahwa ada ancaman dari Kapolres untuk memenangkan Jokowi - JK dapat dirunut sebagai akibat dari 'bergabungnya' Komjen Budi Gunawan dengan timses Jokowi - JK. Dan keberpihakan Dandim setempat dapat dihubungkan dengan dicopotnya Jenderal Budiman dari Jabatan Kasad di Jakarta.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah hasil pemilu yang penuh kecurangan ini akan digunakan untuk mengangkat Presiden RI dengan 240 juta penduduk ini? Mau berspekulasi? Mau menyerahkan kendali bangsa ini kepada seseorang yang berperangai buruk?

Lebih baik Ketua KPU pergi ke Selat Malaka, mencari pimpinan gerombolan bajak laut, lalu mengajaknya ke Jakarta untuk dijadikan capres abal-abal di rumah transisi Jokowi. Setidaknya bandit Selat Malaka masih memiliki kejujuran, yaitu jujur bahwa ia memang bandit!

Satu kata, brengsek, KPU!

****

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun