Mohon tunggu...
Tera Puspita
Tera Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Universitas Palangka Raya jurusan akuntansi angkatan 2023

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Krisis Ketenagakerjaan di Era Otomatisasi: Bagaimana Masyarakat Beradaptasi?

7 Oktober 2024   10:09 Diperbarui: 7 Oktober 2024   10:12 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di era digital yang semakin maju, otomatisasi telah menjadi salah satu kekuatan pendorong terbesar dalam dunia industri dan ekonomi serta teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, dan machine learning kini mulai menggantikan berbagai peran pekerjaan yang sebelumnya dijalankan oleh manusia. Ini menciptakan peluang besar dalam hal produktivitas, namun juga menimbulkan tantangan serius yaitu krisis ketenagakerjaan.
Salah satu dampak paling nyata dari otomatisasi adalah hilangnya pekerjaan di berbagai sektor. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin dan repetitif, seperti di sektor manufaktur, transportasi, dan layanan, semakin tergantikan oleh mesin dan algoritma. Misalnya, pabrik yang dulunya mempekerjakan ribuan pekerja untuk melakukan pekerjaan fisik kini dapat beroperasi hanya dengan ratusan, berkat otomatisasi yang efisien. Namun, krisis ini tidak hanya terbatas pada pekerjaan dengan keterampilan rendah. Sektor-sektor yang membutuhkan keahlian teknis, seperti keuangan, hukum, dan medis, juga merasakan dampak dari teknologi seperti AI yang mampu menganalisis data dan membuat keputusan lebih cepat daripada manusia.
Dengan otomatisasi yang semakin mendalam, tantangan baru muncul, terutama dalam bentuk ketidaksetaraan. Mereka yang memiliki keterampilan tinggi, terutama dalam bidang teknologi, dapat beradaptasi dan mengambil manfaat dari perkembangan ini. Sementara itu, mereka yang bekerja di sektor-sektor dengan keterampilan rendah atau menengah berisiko kehilangan pekerjaan mereka dan sulit untuk beralih ke pekerjaan baru yang lebih maju secara teknologi. Ketidaksetaraan ini juga menciptakan ketegangan sosial. Di satu sisi, kita melihat kemajuan teknologi yang membawa inovasi dan efisiensi, namun di sisi lain, ada banyak pekerja yang merasa tertinggal karena tidak memiliki kesempatan atau akses untuk mengembangkan keterampilan baru.


Bagaimana Masyarakat Harus Beradaptasi?

Berikut upaya-upaya yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengatasi krisis ketenagakerjaan tersebut:
1. Pengembangan Keterampilan (Reskilling dan Upskilling)
Salah satu langkah yang paling mendesak untuk mengatasi dampak otomatisasi adalah meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar sesuai dengan tuntutan teknologi baru. Terdapat dua aspek utama dalam upaya ini:
-Reskilling (Pengembangan Keterampilan Ulang), Bagi mereka yang pekerjaannya terancam digantikan oleh teknologi, penting untuk memberikan pelatihan ulang yang mempersiapkan mereka untuk peran-peran baru yang tidak mudah diotomatisasi. Misalnya, pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, pengambilan keputusan kompleks, dan kemampuan komunikasi interpersonal. Pelatihan ulang ini dapat mencakup keterampilan teknologi dasar hingga keahlian spesifik seperti analisis data, pemrograman, dan pemahaman tentang AI. Industri yang terdampak, seperti manufaktur dan ritel, harus menyediakan program reskilling untuk mendukung pekerja mereka dalam transisi menuju pekerjaan baru.

-Upskilling (Peningkatan Keterampilan), Selain pelatihan ulang, pekerja juga perlu mengembangkan keterampilan yang lebih tinggi (upskilling) agar bisa bersaing di pasar kerja. Misalnya, pekerja administratif bisa mempelajari manajemen data atau teknologi pengelolaan informasi yang lebih modern, sementara pekerja di bidang manufaktur bisa belajar tentang manajemen operasi berbasis teknologi. Pemerintah dan perusahaan perlu berinvestasi dalam pelatihan lanjutan yang memungkinkan pekerja untuk mengembangkan keahlian-keahlian baru yang lebih kompleks.
Program reskilling dan upskilling ini harus disertai dengan kemudahan akses untuk semua lapisan masyarakat. Pemerintah bisa bekerja sama dengan sektor swasta untuk mendirikan pusat pelatihan keterampilan teknologi atau memberikan insentif bagi perusahaan yang menawarkan pelatihan kepada karyawannya.
2. Reformasi Sistem Pendidikan
Otomatisasi memerlukan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan. Salah satu penyebab krisis ketenagakerjaan adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja modern. Oleh karena itu, pendidikan harus beradaptasi dengan beberapa cara:
-Meningkatkan Literasi Teknologi, Di era otomatisasi pendidikan teknologi harus diperkenalkan sejak dini. Siswa di sekolah dasar dan menengah perlu diajarkan literasi digital, coding, dan keterampilan teknologi lainnya yang penting di era digital. Selain itu, siswa perlu diajari cara memanfaatkan teknologi untuk inovasi dan pemecahan masalah, bukan hanya sekedar pengoperasian dasar.
-Penekanan pada Pembelajaran Seumur Hidup, Era otomatisasi memerlukan pembelajaran yang berkelanjutan (lifelong learning). Dengan perkembangan teknologi yang cepat, pekerja perlu terus belajar sepanjang karier mereka. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus lebih fleksibel dan menyediakan akses ke pelatihan dan pendidikan sepanjang hayat, baik melalui kursus online, sertifikasi profesional, maupun program pendidikan jarak jauh. Pemerintah bisa mendukung ini dengan menciptakan infrastruktur pendidikan yang memungkinkan orang dewasa untuk terus belajar tanpa harus meninggalkan pekerjaan mereka.
-Pengembangan Keterampilan Non-Teknis, Selain pendidikan berbasis teknologi, keterampilan non-teknis seperti kreativitas, kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, dan kecerdasan emosional harus mendapat perhatian lebih. Keterampilan ini sulit digantikan oleh mesin, dan menjadi keunggulan kompetitif manusia dalam menghadapi dunia kerja yang semakin terdigitalisasi.
3. Penyesuaian Kebijakan Ketenagakerjaan
Seiring dengan berubahnya lanskap pekerjaan, kebijakan ketenagakerjaan juga harus diperbarui agar lebih sesuai dengan kondisi baru. Berikut beberapa perubahan kebijakan yang perlu dipertimbangkan:
-Fleksibilitas Kerja, Pekerjaan tradisional dengan jam kerja tetap dan peran statis mungkin akan semakin berkurang. Model kerja baru seperti freelance, gig economy, dan pekerjaan paruh waktu akan lebih umum. Pemerintah perlu memperbarui regulasi ketenagakerjaan agar mendukung fleksibilitas ini, sambil tetap memberikan perlindungan hukum dan sosial bagi pekerja. Jaminan sosial, asuransi kesehatan, dan pensiun perlu disesuaikan untuk mengakomodasi pekerja non-konvensional.
-Perlindungan bagi Pekerja di Industri Terdampak, Industri yang paling rentan terhadap otomatisasi, seperti manufaktur, logistik, dan layanan pelanggan, perlu mendapat perhatian khusus. Kebijakan pemerintah harus melindungi pekerja yang terdampak otomatisasi melalui program bantuan transisi karir, asuransi pengangguran yang diperluas, dan dukungan finansial bagi pekerja yang ingin menjalani pelatihan ulang.
4. Inovasi Kebijakan Jaminan Sosial
Untuk menghadapi hilangnya pekerjaan secara masif, pemerintah perlu mempertimbangkan solusi kebijakan yang inovatif untuk menjaga kesejahteraan masyarakat:
-Universal Basic Income (UBI), UBI adalah salah satu solusi yang banyak dibicarakan dalam menghadapi otomatisasi. Melalui UBI, setiap warga negara akan menerima penghasilan dasar tanpa syarat, yang memungkinkan mereka tetap memiliki penghasilan meski pekerjaan tradisional menghilang. UBI bisa membantu mengurangi tekanan ekonomi dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk beralih ke karier baru, atau memulai bisnis sendiri.
-Asuransi Pengangguran yang Diperluas, Sistem jaminan sosial harus lebih fleksibel dan bisa menampung pekerja yang berpindah karir atau yang beralih ke pekerjaan non-konvensional. Program pengangguran yang lebih komprehensif akan memberikan keamanan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan karena otomatisasi, sementara mereka mencari peluang baru.
5. Dukungan Kewirausahaan dan Ekonomi Digital
Selain menciptakan lapangan kerja baru, otomatisasi dan teknologi juga membuka peluang besar di bidang kewirausahaan digital. Untuk memanfaatkan peluang ini, pemerintah perlu mendukung ekosistem startup dan bisnis kecil melalui berbagai cara:
-Pendanaan dan Inkubasi Startup, Pemerintah bisa menyediakan dana hibah, pinjaman dengan bunga rendah, atau skema pendanaan lainnya bagi para pengusaha yang ingin memulai bisnis di sektor teknologi atau ekonomi digital. Selain itu, inkubator dan akselerator bisnis dapat membantu para pengusaha baru mendapatkan bimbingan dan akses ke pasar global.
-Platform untuk Pekerja Freelance, Ekosistem digital memungkinkan orang bekerja secara independen melalui platform freelance dan gig economy. Pemerintah bisa mendukung pengembangan platform yang memfasilitasi pekerja untuk menawarkan jasa mereka di pasar global, baik di bidang teknologi, desain, penulisan, maupun layanan lainnya.
6. Peningkatan Infrastruktur Teknologi
Agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam ekonomi digital dan menghadapi otomatisasi, infrastruktur teknologi yang memadai sangat diperlukan:
-Akses Internet yang Luas dan Terjangkau, Internet yang cepat dan terjangkau harus tersedia untuk semua lapisan masyarakat, termasuk di daerah terpencil. Dengan akses internet yang memadai, masyarakat bisa mengakses pendidikan online, memulai bisnis, atau bekerja secara remote tanpa harus pindah ke kota besar.
-Investasi dalam Penelitian dan Pengembangan Teknologi, Pemerintah perlu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) teknologi untuk menciptakan solusi inovatif yang dapat menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, dukungan terhadap inovasi di bidang teknologi harus diperkuat untuk memajukan sektor ekonomi yang berkembang di era otomatisasi.
7. Kolaborasi antara Teknologi dan Manusia
Penting untuk mempromosikan kolaborasi antara manusia dan mesin. Otomatisasi tidak selalu berarti menggantikan pekerjaan manusia; dalam banyak kasus, teknologi bisa membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja. Pemanfaatan Teknologi untuk Pekerjaan yang Lebih Baik, Alih-alih melihat teknologi sebagai ancaman, pekerja dan perusahaan harus memanfaatkannya untuk meringankan beban pekerjaan yang rutin dan berulang. Ini memungkinkan pekerja untuk lebih fokus pada inovasi, strategi, dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Misalnya, di sektor medis, AI dapat membantu dalam diagnosis cepat, sementara dokter bisa fokus pada perawatan yang lebih personal kepada pasien.


Kesimpulan
Krisis ketenagakerjaan di era otomatisasi memerlukan respons yang holistik dan inovatif. Peningkatan keterampilan pekerja, reformasi pendidikan, dan penyesuaian kebijakan ketenagakerjaan menjadi kunci untuk menghadapi perubahan ini. Di saat yang sama, pemerintah perlu mendukung pengembangan kewirausahaan digital dan infrastruktur teknologi agar masyarakat bisa tetap bersaing dalam ekonomi yang terus berubah. Dengan langkah-langkah yang tepat, otomatisasi tidak hanya menjadi tantangan, tetapi juga peluang untuk menciptakan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun