Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hidup Ini adalah Kesempatan, Bersyukur Hidup Jadi Berkat

12 Januari 2021   00:14 Diperbarui: 12 Januari 2021   05:06 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Fajar pagi 1 Januari 2021, Kacinambun Highland, Karo (Dokpri)

Berdiang sambil membakar jagung (Dokpri)
Berdiang sambil membakar jagung (Dokpri)
Hidup Ini adalah Kesempatan

Bahwa hidup ini memang adalah sebuah kesempatan. Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, sampai tahun-tahun kehidupan sesungguhnya adalah sebuah kesempatan yang dianugerahkan oleh Tuhan.

Dikutip dari akun YouTube Keluarga Besar GBI Medan Plaza, dijelaskan pada deskripsi lagu bahwa dari permenungannya atas peristiwa itu melahirkan sebuah kesaksian hidup melalui sebuah lagu yang indah dan sangat menguatkan.

Kesempatan dalam kesementaraan hidup di dunia ini pun hanya bisa diperoleh oleh karena kasih dan kemurahan hatiNya. Kisah inilah yang menjadi latar belakang sebuah lagu yang berjudul "Hidup Ini adalah Kesempatan" yang diciptakan oleh Pdt. Wilhelmus Latumahina pada tahun 2004.

Selanjutnya lagu ini digubah liriknya oleh Pdt. Dapet Y. Surbakti, di mana lirik versi gubahan ini yang lebih sering dinyanyikan dalam ibadah-ibadah, perayaan-perayaan, dan berbagai acara pada saat ini. Tentu saja, kegiatan-kegiatan itu lebih banyak secara virtual akibat pandemi.

Saya merasakan bahwa perbedaan gubahan lirik dari kedua versi lagu ini sebenarnya saling melengkapi. Pada lirik lagu versi Pdt. Wilhelmus, ada lirik pada bait 1 yang berbunyi, "Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan b'ri, hidup ini hanya sementara." Sementara itu pada gubahan versi Pdt. Dapet, menjadi "Jangan sia-siakan apa yang Tuhan beri, hidup ini harus jadi berkat."

Begitupun pada versi asli yang digubah oleh Pdt. Wilhelmus, ada bait 2 lagu dengan lirik seperti ini:

Sekuntum bunga di pagi hari
Mekar indah harum di padang yang hijau
Demikian Tuhan mendandani rumput
Gugur bunga bila panas terik

Bila boleh menafsirkan nafas dan jiwa lagu dalam versi asli ini, maka tak heran mengapa hakekat kesementaraan hidup duniawi sangat tampak di sini. Rasa kehilangan yang sangat mendalam akibat kehilangan putranya dalam usia yang masih sangat muda tentu saja mewarnai rasa dalam lirik lagunya.

Kesementaraan dalam lagu itu diwakili oleh waktu dan usia muda. Hal itu diwakili oleh gambaran sekuntum bunga yang mekar di pagi hari dan rumput di padang yang hijau, tapi akan gugur bila hari panas terik.

Sementara itu pada versi gubahan Pdt. Dapet, nafas dan jiwa lagu didorong menjadi ungkapan syukur atas segala sesuatu yang bisa dialami dan dijalani dalam hidup sebagai berkat Tuhan. Oleh karena itu hidup pun harus menjadi berkat.

Tulisan ini bukan membahas polemik yang ada dalam berbagai tafsir atas kisah lahirnya lagu dan makna lirik-liriknya. Namun, makna dalam lirik lagu ini sungguh luar biasa dan sangat meneguhkan. Bahwa orang-orang tua lanjut usia di kampung kami ini pun sangat menghapal liriknya dan mampu menyanyikannya, adalah beberapa bukti bahwa makna lagu ini sangat mengena bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun