Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kesadaran Mendefinisikan Kenyataan dalam Realitas Tak Tampak di "Dunia Kafkaesque"

14 Agustus 2019   15:59 Diperbarui: 14 Agustus 2019   16:07 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
How Kafkaesque Are You? (bbc.co.uk)

Bahkan dengan banjirnya informasi, didukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita sedang berada di dunia hiperealitas. Ini digunakan di dalam semiotika dan filsafat pascamodern untuk menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotetis untuk membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya pascamodern berteknologi tinggi.

Hiperealitas adalah makna untuk mempersifatkan bagaimana kesadaran mendefinisikan "kenyataan" sejati di dunia, di mana keanekaragaman media dapat secara mengakar membentuk dan menyaring kejadian atau pengalaman sesungguhnya.

Bagi Jean Baudrillard, seorang ahli teori hiperealitas, keadaan ini mempertentangkan simulasi dan representasi. Simulasi bagi Baudrillard adalah simulakrum dalam pengertian khusus, yang disebutnya simulakrum sejati, dalam pengertian bahwa sesuatu tidak menduplikasi sesuatu yang lain sebagai model rujukannya, akan tetapi menduplikasi dirinya sendiri.

Maka, tidak heran mengapa semakin sulit membuat manusia menjadi patuh dan taat, tidak mudah untuk bermusyawarah, orang-orang tidak mudah untuk diatur dan ditertibkan, karena masing-masing orang mendefinisikan kenyataan dan kebenaran menurut versinya sendiri.

Manusia yang hidup di dunia yang Kafkaesque tidak jarang terperangkap dalam keterbelahan antara ucapan dan perbuatan, antara kognisi dan emosi. Manusia kini menjadi sering kali hidup mengkhayal dalam kenyataan.

Dalam percakapan dengan seorang teman, ia mengatakan hal lain yang juga turut memberikan andil dalam berkembangnya hiperealitas di dunia yang Kafkaesque ini adalah isu soal identitas. Sebuah kontradiksi, bahwa manusia postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.

Pada masa ini terjadi pergeseran di mana manusia di negara maju mulai tidak suka lagi dikatakan modern, sebagai reaksi atas impian-impian masa modern yang tak tercapai. Ini merupakan pemberontakan pada janji modernisme untuk mewujudkan keadilan bagi manusia yang dianggap gagal.

Manusia kini bukan tidak banyak yang semakin menyenangi hal-hal yang primordial, nostalgia, dan tradiosional. Pada masa kini pun kita masih saja bertanya-tanya apa itu nasionalisme, apa artinya menjadi Indonesia. Sebagian lagi memang menganggapnya tidak terlalu penting, karena yang penting saat ini adalah "tanggap digital," itu saja sudah cukup.

Padahal realitanya tidak cukup demikian. Tergerusnya realitas oleh dunia maya, membuat kita tidak "hidup" di masa sekarang, tapi hidup dalam fantasi. Sering kita temukan, kini semakin canggih alat komunikasi kita, tapi ternyata kita malah semakin sulit untuk saling memahami.

Dalam konteks ini menjadi berasalan, kenapa Watanabe lebih menyukai buku-buku dari pengarang yang telah meninggal dunia. Karena, ia menjadi lebih bisa menilai secara objektif kesatuan antara ucapan dan perbuatan, atau antara kognisi dan emosi dalam tulisan dari si penulis yang telah tiada. Ia tidak terdistorsi oleh tindak-tanduknya, sebagaimana halnya bila saja ia masih hidup.

Di dunia Kafkaesque, di mana kesadaranlah yang sering kali mendefinisikan kenyataan, maka apa yang nyata sesungguhnya sering kali tidak tampak di permukaan. Dalam realitas tak tampak ini, menilai seseorang itu berhasil atau gagal terkadang lebih baik dengan membaca catatan-catatan atas diri atau pikirannya, sebagai rekam jejak semasa hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun