Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tantangan Stabilitas Sistem Keuangan, Globalisasi Masuk Desa

28 Mei 2019   02:36 Diperbarui: 28 Mei 2019   13:29 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Global Village (https://cdn-imgix-open.headout.com)

Ia bersikeras bahwa intervensi Keynesian hanya akan meningkatkan inflasi dan mengganggu keseimbangan alami pasar. Batasan aktivitas negara seharusnya menekan inflasi dengan membatasi jumlah uang yang beredar dan menghilangkan kendala-kendala eksternal di pasar.

Pertentangan pandangan Keynesian dan Moneterisme ini memuncak dalam malaise (kelesuan) ekonomi yang suram dan menghancurkan keuangan global pada dekade pertama abad ke-21. Usaha-usaha perbaikan kelesuan ekonomi ini mencakup pemberian dana talangan yang sangat besar kepada institusi-institusi keuangan dan paket stimulus multimiliar dolar, semuanya berdasarkan tingkat pinjaman dan pengeluaran pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya. (Ibid., hlm. 181)

Indonesia sendiri terkena dampak krisis keuangan global ini pada tahun 1998 dan tahun 2008. Kita mengalami pelemahan nilai tukar rupiah, terjadi inflasi yang tinggi, serta perlambatan pertumbuhan perekonomian.

Kembali ke diskusi ibu-ibu di depan etalase obat di Apotek itu, menjadi jelas bahwa benar adanya, dalam sebuah desa global yang nyaris tanpa sekat-sekat baik jarak dan waktu, yang menciut dalam pengaruh keterhubungan oleh karena perkembangan teknologi informasi, gelombang kecil udara dari kibasan sayap mungil kupu-kupu di sebuah belahan bumi bisa memicu munculnya badai besar di belahan bumi lainnya, bila gagal diantisipasi.

Begitu juga dengan soal stabilitas keuangan. Ketidakpastian perekonomian global yang terus meningkat memberikan tekanan bagi stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan Indonesia, serta merespons masih terdapatnya ruang akselerasi pertumbuhan intermediasi, Bank Indonesia telah menempuh kebijakan makroprudensial akomodatif. Penerapan kebijakan ini tidak terlepas dari koordinasi dan sinergi yang erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, termasuk dalam pencegahan dan penanganan krisis keuangan.

Dalam sebuah desa global, patut kiranya ibu-ibu yang khawatir dalam diskusinya pada sore hari itu, memandang bahwa bukan tidak mungkin apotek yang hanya menjualkan obat-obatan sekian rupiah dalam sekian bulan terakhir, atau pasien yang datang berobat ke klinik hanya seorang selama sebulan, atau sayuran yang sepi pembeli di pasar rakyat, berhubungan dengan sentimen negatif perang dagang, berhubungan dengan kuatnya indikasi perlambatan ekonomi global, serta berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat yang mengurangi risk appetite investor global terhadap aset keuangan negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

Dampak ketidakpastian perekonomian global tersebut berpotensi meningkatkan risiko sistem keuangan Indonesia akibat adanya tiga kerentanan utama, yaitu perlambatan pertumbuhan retail funding yang masih menjadi sumber dana utama bank, kondisi saving investment gap yang negatif di tengah pasar keuangan yang belum dalam, dan peningkatan kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi yang berpotensi meningkatkan dampak dari volatilitas nilai tukar dan suku bunga global.

Seperti modernisme yang merupakan reaksi terhadap modernitas, dalam cara yang sama, pasca-modernisme merupakan reaksi terhadap modernisme. Satu hal yang pasti bahwa pasca-modernisme tidak dapat berpura-pura bahwa modernisme tidak terjadi, bahwa dalam reaksi itu telah dimasukkan proses pengetahuan dengan ukuran yang sangat besar, dan di atas semuanya tidak kurang juga ironi.

Kegagalan dalam memandang segala sesuatu sebagai sebuah keterhubungan di era informasi pada sebuah desa global, hanya akan melahirkan guncangan, yang bisa berlanjut bagi munculnya benturan peradaban. Orang yang mengutuki keadaan, padahal ia yang gagal membuat perencanaan.

Apa yang penting dalam menghadapi ironi pada abad dimana telah terjadi hilangnya kemurnian, salah satunya adalah dengan meningkatkan kemampuan analisis risiko untuk menetapkan sebuah rencana tindak pengendalian. 

Bagi lahirnya sebuah sistem keuangan yang berdaya tahan kuat, sangat penting untuk membangun koordinasi dan sinergitas yang baik dan efisien antar lembaga keuangan. Termasuk masyarakatnya, perlu meningkatkan kesadaran, sense of belonging, sense of crises atas berbagai hal yang terjadi di sekitarnya. Dalam sebuah desa global, nanti mungkin akan terjadi bahwa tidak ada masalah yang akhirnya tidak terkait dengan aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun