Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Melunasi Utang, Gitu Aja Kok Repot

11 Agustus 2020   16:29 Diperbarui: 11 Agustus 2020   16:31 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Santai saja bro n'sis

Setiap orang punya utang. Gak pejabat tidak rakyat pastilah memiliki utang. Utang tak mesti berupa uang, tapi bisa juga sebentuk kebaikan yang tak pernah terbayar dengan cara apapun.

Nah, jika hari ini kawan-kawan merasa punya hutang, nggak usah khawatir, karena rekan-rekan yang bernasib sama jauh lebih banyak. Hal ini bukan untuk memompa kalian untuk menggemukkan utang lagi. Bukan.

Tapi lebih pada memberi virus dan vaksin optimisme meski dalam balutan utang yang bahkan beranak pinak tak kunjung tertunaikan lunas. Barangkali dalam perhitungan bendahara gaji, utang tersebut satu-satu akan lunas dengan sendirinya tepat pada bulan paripurna. Bulan dimaksud bukan rembulan yang bulat penuh bercahaya tapi bulan jatuhnya tempo pensiun sebagai ASN, karyawan maupun profesi lainnya.

Kita tak perlumalu punya utang. Secara matematika dengan gaji dan pendapatan resmi kita tak bisa membeli rumah, kendaraan, dll, tapi lewat cara utang semua itu bisa dilalui dengan jalan damai bahkan memberikan suntikan spriit yang luar biasa yang membawa kita bergiat berkerja, tidak ogah-ogahan. Itu tentu saja pandangan bagi orang-orang yang jauh melihat ke depan. Tapi tentu saja, masih ada orang yang berpendapat utang itu hanya akan menjagal masa depannya.

Keduanya mungkin benar dengan argument masing-masing. Utang menjadi boomerang dan penjajah bagi kita ketika kita bersemangat utang tapi pendapatan kurang bahkan minus. Kita berjuang habis-habisan menaikkan mutu dengan membeli barang-barang mewah dan berkelas tapi dengan cara utang. Ini yang namanya, besar pasak daripada tiang.

Kita tak boleh memaksakan kehendak, meski hidup itu jer basuki mowo beo. Utang, sah-sah saja jika kita masih punya dana yang diandalkan untuk mengangsur atau menebusnya. Tanpa modal tersebut, jangan harap hidup kita bisa nyaman.

Sesungguhnya, jika memang hobi utang, setiap wakttu digelar, kita diiming-imingi dengan bonus, hadiah atau merchandize yang tak murah jika bergabung dan memanfaatan kesempatan berutang pada beberapa gelaran "perutangan."

Ada bank thitil, ada bank pelat merah, ada bank partikelir, koperasi, BPR, BKK, gadai, ijon bahkan belakangan terbit model-model financial technologi (fintek) baik yang legal maupun illegal, dll. Kita tinggal pilih mana suka. Sederet lembaga keuangan tersebut siap menyelesaikan probelamatik keuangan kita dengan sempurna.

Jika kita bisa survive tanpa utang, alhamdulillah, tapi jika kita bisa lebih survive hidup dengan memastikan jalan utang, rasanya tak masalah. Why not? Hidup itu lingkaran-lingkaran pilihan.

Utang akan menjadi cahaya kala perencanaan kita tepat, dan utang sebaliknya akan menjadu benalu atau parasit dalam kehidupan kita, saat sang pengutang selalu memekarkan sekujur utang tanpa kendali dan hanya berburu nafsu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun