Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Moderasi Beragama dan Kebangsaan di Kalangan Pelajar

17 Juli 2020   13:00 Diperbarui: 17 Juli 2020   13:03 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Riset The Wahid Institut tahun 2015 menunjukkan, dari 306 siswa, yang tak setuju mengucapkan hari raya keagamaan orang lain, seperti mengucapkan selamat natal sebanyak 27% dan ragu-ragu 28%. Pelajar yang akan membalas tindakan perusakan rumah ibadah mereka sebanyak 15%, ragu-ragu 27%. Sementara mereka yang tak mau menjenguk teman yang berbeda agama yang sakit 3%, ragu-ragu 3%.

Riset Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) lebih mengkhawatirkan. Pandangan intoleransi dan islamis menguat di lingkungan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan pelajar. Ini dibuktikan dengan dukungan mereka terhadap tindakan pelaku pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah (guru 24,5%, siswa 41,1 %).

Kemudian, pengrusakan rumah atau fasilitas anggota keagamaan yang dituding sesat (guru 22,7%, siswa 51,3 %); pengrusakan tempat hiburan malam (guru 28,1%, siswa 58,0 %); atau pembelaan dengan senjata terhadap umat Islam dari ancaman agama lain (guru 32,4%, siswa 43,3 %).

Data riset di atas cukup meyakinkan bahwa remaja rentan terpapar virus intoleransi dan radikalisme. OSIS tampak eksklusif dan "sok" paling benar dan paling berjasa. Memang beberapa kegiatan keagamaan yang handle oleh Rohis sangat bermanfaat bagi civitas sekolah. Karena sekurangnya memberi injeksi dan virus positif dalam kehiduipan beragama.

Sayangnya, beberapa waktu lalu ada saja kegiatan keagamaan dari Rohis dimanfaatkan untuk tujuan tertentu yang pada akhirnya membuat gaduh, berita miring dan atau ketidaknyamanan orangtua dan sekolah bahkan sesama siswa. Kasus perundungan dan diskriminasi di SMA Gemolong cukup menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Ya, sekolah, orangtua dan masyarakat hingga pihak berwajib.

Barangkali Rohis masuk dalam ketagori usia remaja yang getol mencari jati diri dan pengakuan. Bisa jadi dilakukan dengan cara-cara yang kelewatan dana tau bersinggungan dengan norma agama, hukum dan social. Namun, kadang mereka abai ataupun sengaja melupakannya. 

Habluminallah dan habluminanas tak terbangun secara baik, disharmoni menyelimuti. Agama acap dijadikan bumper pengaman dan dalil penyelamat atas rerupa ucapan dan aksinya.

Setelah Gemolong, Sesudah Purworejo, kita ingin segala bentuk perundungan dihapuskan dan digantikan dengan aksi-aksi yang menarik, menyenangkan dan saling asah, asih dan asuh kepada guru, kawan, orang tua atau kepada yang lebih tua. Perbedaan dan keberagaman itu keindahan yang harus dirawat dan dijaga sebagai modal utama keutuhan.

Seeing is Believing

Kepada para guru tak ada buruknya bagi siswa pelaku perundungan diberi konseling dari guru maupun psikolog. Kenakalan siswa harus diatasi dengan konseling agar perilaku perundungan tidak terjadi lagi. Terkait kasus intoleransi tersebut, menjadi alrm bersama sehingga perlu terus dibina  agar kejadian serupa tidak terulang. 

Teknologi informasi itu penting dan bagus, tapi harus hati-hati. Mungkin tidak benar, mungkin itu sebuah propaganda. Pelajar bisa dipengaruhi oleh siapa pun, maka carilah guru yang benar dan baik. Disinilah pentingnya mencari guru yang tepat serta tidak menelan mentah-mentah informasi yang diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun