“Ikan raksasa itu tidak menyelam, melainkan terus berenang membelah gelombang, mengarungi lautan, dengan Sinbad di punggungnya. Sampai ikan itu kelelahan, lalu bersandar lagi di suatu pulau entah dimana, untuk berjemur. Sinbad segera melompat menyambut keselamatannya. Berlari menjauhi ikan itu.
Ia berlari ke daratan. Tetapi…, dimana ini?
Sinbad menyusuri lembah untuk mencari keberadaan manusia, tapi kosong. Lalu ia mendaki ke puncak perbukitan, untuk melepas pandang, tampaklah olehnya benda bulat seperti kubah mesjid di kejauhan. Sinbad gembira bukan main, merasa akan segera bertemu dengan manusia. Ia dapat tidur di pelataran mesjid itu sambil menunggu orang datang. Dengan perasaan lega dan riang Sinbad segera turun dari puncak bukit, berlari menerobos semak belukar, menuju mesjid itu.
Sesampainya di tujuan Sinbad merasa heran. Kubah itu ternyata kembar, bersih luar biasa seakan baru dipoles saja. Akan tetapi di sekelilingnya terdapat tumpukan kayu berlapis-lapis sehingga sukar dilewati. Beberapakali Sinbad mengelilingi keduanya untuk mencari pintu masuknya, tetapi memang tak ada. Akhirnya Sinbad lelah sendiri. Heran bercampur takjub, Sinbad duduk sambil memandang langit.
O.., apakah itu? Tiba-tiba langit tertutup awan raksasa. Awan hitam pekat, tak terlihat tepinya. Begitu bergemuruh awan itu dan begitu cepat datangnya, sehingga Sinbad tak sempat memahami apa yang terjadi, dalam sekejab kubah putih itu telah ditutupi selimut hitam, dengan Sinbad terperangkap di dalamnya. Gelap gulita, hampir-hampir sesak nafas. Sinbad berusaha keluar dan meraba kesana-kemari. Berikutnya ia mulai mengerti, rupanya kubah kembar itu adalah telor burung, dan kini induknya datang untuk mengeraminya. Sinbad segera mencari akal, mencari kaki burung itu dan memeluknya. Jika burung itu nanti terbang lagi, Sinbad bisa ikut kemana pun burung itu membawanya pergi.Itu merupakan cara yang tepat bisa keluar dari pulau ini…..”
“Ha ha ha ha…!” Raja terbahak-bahak. “Jadi, seberapa besar burungnya? Teruskan!”
“Besok lagi, Yang Mulia!”
“Hei, hei, isteriku. Jangan kuatir, meskipun ceritamu sudah habis, aku tidak akan menyakitimu. Karena aku sudah insaf. Aku sangat mencintaimu. Muua…..ah!”
“Muuaaa…aaaahhh!”
Selesai!
*****