Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kekerasan oleh Penyidik Kepolisian, Mengapa Terjadi?

12 Januari 2012   06:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:59 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13263628331383714032

[caption id="attachment_155531" align="aligncenter" width="300" caption="polisi dari google"][/caption] Pengantar:  Tiga tahun yang lalu saya berkendara di pinggir kota, sore hari yang sedikit berhujan. Dari balik semak-semak di pinggir jalan, saya lihat persis dua remaja tanggung berdiri tiba-tiba, lalu menimpuk mobil saya dengan batu secara bersamaan. Suara gedebuknya membuat mobil serasa terkena bom. Kaca depan dan kaca samping hancur berantakan. Terkejut dan terbakar amarah, saya langsung berputar untuk mengejar pelaku. Tertangkap! Saya jambak rambutnya dengan kasar,  menyeretnya keluar dari semak-semak. Untuk menghindari kesalahpahaman, kedua anak itu saya bawa ke rumah Pak RT setempat, yang lalu dilanjutkan ke Kantor Polisi.  Kepada petugas kepolisisan mereka  membantah telah melempar mobil saya dengan beragam alibi. Pada akhirnya polisi membebaskan mereka dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal sejak kejadian sampai tiba di Kantor Polisi itu keduanya nyaris tak lepas dari pandangan mata saya. Yang satu berbaju motif kotak-kotak, satunya lagi putih polos...... (Kejadian sebenarnya) Pengakuan dan barang bukti, dua faktor itulah yang memaksa aparat hukum melakukan tindak kekerasan dalam menyidik perkara. Seandainya tersangka  mengakui perbuatannya secara jantan dan bersedia menanggung resiko hukumnya secara kesatria, kemungkinan besar kekerasan dapat dihilangkan.  Tetapi mana ada maling mengaku maling?  Mana ada maling menjadi kesatria? Yang banyak terjadi adalah maling teriak maling. Setiap tersangka akan berusaha membantah keterlibatannya dengan segala cara. Contoh aktual lainnya adalah Nunun Nurbaeti dan Miranda Gultom. Kronologi kejadian telah mengindikasikan  secara jelas keterlibatan mereka dalam tindakan melawan hukum. Tetapi karena yang bersangkutan tidak mengakuinya, maka tetap bebas melenggang. Cukup dengan alasan lupa, pusing, lupa, tak tahu, lupa.... maka prosesnya akan terhenti. Lain halnya kalau mereka dihadapkan  dengan sekarung ular kobra.  "Ayo, mengaku, jika tidak ular-ular ini akan dimasukkan ke dalam rok-mu.....!" Mungkin mereka akan gemetar dan mengakui segala perbuatannya. Akan tetapi proses penyidikan semacam itu tetap tak dibenarkan. Sebab tidak jarang petugas menjadi naik pitam dan dikuasai amarah setani, sehingga timbul kekerasan di luar batas . Jika sudah demikian, petugas pun mesti menghadapi proses hukum - sebagaimana kasus kematian tersangka pencuri  di Polsek Padang Panjang. Semoga Kapolri segera mengusut tuntas kasus itu dan menghadapkan tersangka oknum polisi ke muka pengadilan. Untuk menghindari kejadian serupa di belakang hari, ada baiknya bersama ini saya himbau kepada pelaku tindak kriminal: pencuri, perampok, pemerkosa, penghasut, koruptor... dst, untuk menghadapi proses hukum secara kesatria nantinya jika tertangkap. Mengakui perbuatan akan menghindari kekerasan,  sekaligus dapat mengurangi hukuman. Tapi himbauan semacam itu pastilah tak berguna! Kembali ke topik pengantar di atas, semoga menjadi bahan renungan bagi kita bersama dalam menyikapi apa yang disebut kekerasan dalam penyidikan. Khususnya bagi saya pribadi, semoga menambah kebajikan dalam hidup, meskipun saya akui bahwa peristiwa itu sangat melukai perasaan saya hingga kini.   Bukan saja karena mobil saya babak-belur ditimpuk batu, tetapi karena saya merasa tidak mendapat hak keadilan yang semestinya. Kalau mereka tak dapat dihukum karena masih anak-anak, setidaknya orangtua mereka harus menanggungnya.  Anak saya sampai terluka terkena pecahan kaca, tapi pelakunya dibebaskan karena tidak ada bukti dan tidak mengakui perbuatan mereka. Dari Tengku Bintang untuk Pembaca Kompasiana. Salam Kadarkum! *****

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun