Setelah beberapa waktu berpacaran, Mardi dan Marni memutuskan untuk menghadap ke Naib. Tidak ada perayaan mewah, hanya kesederhanaan nan bersahaja. Mardi mengundang beberapa teman, selain tentu keluarganya, yaitu mbah putrinya. Marni didampingi putrinya yang masih SD, Sri.
Nasi sambel goreng dengan lauk telur pindang separo, dan krupuk udang yang berukuran sedang adalah kenikmatan bagi para tamunya. Budhe Yayug yang bersedia repot untuk menyiapkan semuanya, termasuk teh panas yang bisa dijog berulang kali.
"Sah..??, saaahhhh.."Â
Mardi tersenyum bahagia sekaligus malu-malu karena terlihat jelas birahinya, sedang Marni lebih kalem, mungkin karena ini bukan pengalaman pertama untuknya.
Tamu sudah pada bubar, tinggal Mardi, Marni, Sri, dan Mbah putri, juga sampah-sampah sisa perhelatan.
Matahari berkelana, dia pergi menuju belahan bumi yang lain. Mardi keburu kemecer sama bodi molek istrinya. Mbah putri belum tidur, menemani Sri yang masih asyik main boneka kesayangannya, hadiah dari Mardi waktu naik kelas 2 SD, di depan TV.
"Ni.." sapa Mardi lirih kepada Marni yang masih sibuk menata kembali barang-barang yang tadi sempat disingkirkan untuk acara ijab sekaligus tasyakuran. Mendengar itu, Marni hanya tersenyum simpul. Mardi tambah pusing. Dia sudah benar-benar dikuasai oleh naluri paling purba manusia.
Marni, meskipun janda beranak satu, dia adalah idola. Bagaimana tidak, bodinya sintal, tidak terlalu gemuk, padat berisi. Pantatnya, meski sudah punya anak, tidak meninggalkan jejak sama sekali. Dadanya sungguh sentausa. Senyumnya, asli, nggogroke iman. Matanya, khas perempuan nakal, mengundang. Otak lelaki manapun, pasti pikirannya ngeres kalau melihat Marni. Termasuk Mardi.
Sebenarnya banyak lelaki yang hendak meminangnya. Pak dukuh kampung sebelah yang menyandang status duren, duda keren, sudah dua kali ditolak. Mardi adalah pria lugu yang memang diniati oleh Marni. Keluguannya membuat Marni tidak susah menilai pribadi semacam apa Mardi. Bertanggungjawab, tidak neko-neko. Pol ngacengan saja.
Dari tadi Mardi cuma mbingungi saja. Keluar masuk kamar memperhatikan istrinya.
Selepas beres-beres, Marni kemudian mandi, mempersiapkan diri sebaik mungkin supaya tidak mengecewakan suaminya. Keluar dari kamar mandi, Mbah putri dan Sri sudah tidur dengan TV masih menyala.