Mohon tunggu...
Teguh Kwatno
Teguh Kwatno Mohon Tunggu... Pendidik

Pecinta kopi, obrolan hangat, dan perjalanan hidup yang sederhana tapi penuh makna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gen Z dan Dunia Pendidikan: Antara Ekspektasi Guru dan realita Murid

24 September 2025   13:24 Diperbarui: 24 September 2025   13:24 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita berbicara tentang pendidikan hari ini, tidak bisa dilepaskan dari generasi yang sedang duduk di bangku sekolah: Generasi Z. Mereka lahir dan tumbuh di era digital, di mana informasi bertebaran hanya sejauh sentuhan layar. Dunia mereka cepat, instan, dan penuh warna. Tapi di balik itu, ada dinamika menarik yang kerap menimbulkan jarak: ekspektasi guru dan realita murid.

Ekspektasi Guru: Murid Ideal di Atas Kertas

Banyak guru membayangkan murid yang rajin mencatat, fokus mendengarkan, tidak sibuk dengan gawai, dan penuh semangat mengerjakan tugas. Guru berharap murid bisa "seperti dulu"---taat, sederhana, dan patuh. Ekspektasi ini wajar, karena guru ingin yang terbaik: murid berprestasi, disiplin, dan berkarakter.

Namun, pertanyaan yang layak direnungkan: Apakah generasi ini bisa diperlakukan dengan pola lama?

Realita Murid: Hidup di Dua Dunia

Murid Gen Z hidup di dua dunia sekaligus: dunia nyata dan dunia maya. Di kelas, mereka bisa diam, tapi di dunia digital, mereka aktif, kreatif, dan produktif. Mereka bisa membuat konten, berdiskusi di forum online, bahkan belajar dari video pendek. Sayangnya, tidak jarang dunia digital dianggap "pengganggu," padahal di sanalah sebagian besar energi dan kreativitas mereka bermuara.

Realita lain: tidak semua murid punya motivasi yang sama. Ada yang semangat belajar, ada yang hanya sekadar bertahan. Ada yang mimpi besarnya melesat jauh, ada pula yang masih bingung mencari arah.

Jembatan yang Harus Dibangun

Daripada terjebak pada gap ekspektasi dan realita, guru dan murid perlu membangun jembatan pengertian.

  • Guru perlu membuka ruang dialog, bukan sekadar monolog.

  • Murid perlu belajar menghargai proses, bukan hanya hasil instan.

  • Pendidikan harus menjadi ruang bersama, bukan medan tarik-ulur antara "keinginan guru" dan "kebiasaan murid."

Belajar Bukan Hanya Soal Nilai

Yang kadang dilupakan: murid bukan mesin pencetak angka. Mereka manusia dengan cerita, impian, bahkan luka yang tidak terlihat. Pendidikan bukan sekadar mengisi kepala, tapi juga menyentuh hati. Jika guru dan murid bisa saling memahami, sekolah akan menjadi taman: tempat tumbuh, bukan hanya tempat diuji.

Gen Z bukan generasi yang malas, mereka hanya berbeda. Mereka tidak ingin sekadar diatur, tapi ingin diajak bertumbuh. Tugas guru bukan sekadar mengajar, tapi juga mendampingi. Dan tugas murid? Belajar menghargai setiap langkah, meski terasa lambat, karena dari situlah kedewasaan lahir.

Mungkin inilah saatnya kita berhenti bertanya, "Mengapa murid tidak sesuai harapan guru?" dan mulai bertanya, "Apa yang bisa kita lakukan agar pendidikan sesuai harapan kehidupan?"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun