Ketika kita berbicara tentang pendidikan hari ini, tidak bisa dilepaskan dari generasi yang sedang duduk di bangku sekolah: Generasi Z. Mereka lahir dan tumbuh di era digital, di mana informasi bertebaran hanya sejauh sentuhan layar. Dunia mereka cepat, instan, dan penuh warna. Tapi di balik itu, ada dinamika menarik yang kerap menimbulkan jarak: ekspektasi guru dan realita murid.
Ekspektasi Guru: Murid Ideal di Atas Kertas
Banyak guru membayangkan murid yang rajin mencatat, fokus mendengarkan, tidak sibuk dengan gawai, dan penuh semangat mengerjakan tugas. Guru berharap murid bisa "seperti dulu"---taat, sederhana, dan patuh. Ekspektasi ini wajar, karena guru ingin yang terbaik: murid berprestasi, disiplin, dan berkarakter.
Namun, pertanyaan yang layak direnungkan: Apakah generasi ini bisa diperlakukan dengan pola lama?
Realita Murid: Hidup di Dua Dunia
Murid Gen Z hidup di dua dunia sekaligus: dunia nyata dan dunia maya. Di kelas, mereka bisa diam, tapi di dunia digital, mereka aktif, kreatif, dan produktif. Mereka bisa membuat konten, berdiskusi di forum online, bahkan belajar dari video pendek. Sayangnya, tidak jarang dunia digital dianggap "pengganggu," padahal di sanalah sebagian besar energi dan kreativitas mereka bermuara.
Realita lain: tidak semua murid punya motivasi yang sama. Ada yang semangat belajar, ada yang hanya sekadar bertahan. Ada yang mimpi besarnya melesat jauh, ada pula yang masih bingung mencari arah.
Jembatan yang Harus Dibangun
Daripada terjebak pada gap ekspektasi dan realita, guru dan murid perlu membangun jembatan pengertian.