"Dia seolah lebih senang membuat saya kalah daripada dirinya menang."
Media dunia ramai menyoroti drama tersebut. MotoGP, yang biasanya identik dengan adu cepat dan strategi, tiba-tiba berubah menjadi panggung penuh drama. Bahkan, penonton televisi meningkat tajam pada seri-seri akhir musim 2015 karena rivalitas Rossi-Marquez ini.
Yang lebih mengejutkan, perseteruan ini ikut memecah belah penggemar. Fans Rossi yang dikenal fanatik menuduh Marquez sebagai pengkhianat. Sebaliknya, pendukung Marquez membela idolanya dan menilai Rossi sudah melewati masa emasnya. Pertikaian antar-fans pun sering mewarnai media sosial, forum balap, hingga tribun sirkuit.
Tahun-tahun berikutnya, hubungan Rossi dan Marquez tetap tegang. Meski mereka sempat bersalaman di GP Catalunya 2018 sebagai tanda perdamaian, situasi kembali memanas pada 2019. Di GP Argentina, insiden tabrakan membuat Rossi terjatuh, dan lagi-lagi Marquez jadi pihak yang dituduh.
Rossi:
"Bagi saya, MotoGP seharusnya tentang adu kecepatan, bukan permainan kotor."
Federasi MotoGP berulang kali mencoba meredakan situasi, namun aura panas rivalitas ini seolah sudah mendarah daging. Bahkan beberapa komentator menyebut perseteruan Rossi vs Marquez sebagai "perang generasi" antara legenda lama dan bintang baru.
Marquez:
"Saya tidak pernah membantu Lorenzo, saya hanya balapan untuk diri saya sendiri."
Tak hanya lintasan, dampaknya juga terasa di sisi komersial. Penjualan merchandise Rossi dan Marquez sama-sama melonjak karena rivalitas ini. Sponsor besar pun memanfaatkan momen panas tersebut untuk kampanye iklan mereka. Rivalitas ternyata bisa jadi mesin uang.