Belakangan ini, isyu seputar pesawat terbang kembali mengemuka. Utamanya soal harga tiket  penerbangan  domestik yang naik cukup signifikan. Tapi tak menunggu lama-lama, tuntutan masyarakat supaya harga tiket diturunkan sudah diwujudkan.  Setidaknya turun hingga 60 %.
 Bagi mereka yang takut terbang, tentu berita harga tiket pesawat naik atau turun tidak menarik perhatian. Mereka lebih peduli barangkali kalau harga tiket kapal atau kereta api yang naik. Karena mereka biasa menggunakan moda transportasi kapal, kereta api atau mobil.Â
Tentang mereka yang takut  naik pesawat terbang ini,  tak mengenal latar belakang. Ada  kelompok yang  paham cara kerja pesawat terbang. Ada juga yang memang tidak mengerti hukum -- hukum fisika  yang bekerja sehingga pesawat yang terbuat dari logam bisa terbang.
Masyarakat yang paham ini, biasanya dari kalangan  terdidik. Mereka akan berani naik pesawat kalau maskapainya mempunyai reputasi baik. Sementara kelompok yang tak paham tentang teknologi pesawat tak bisa membedakan mana pesawat yang aman dan tidak aman. Dua-duanya tetap takut. Ketakutan itu makin besar manakala ada peristiwa tentang kecelakaan pesawat.
Tulisan ini dibuat untuk  mengurangi ketakutan saat naik pesawat terbang. Mereka yang takut naik pesawat terbang, pada dasarnya khawatir soal keamanan dan keselamatan.
Bagi mereka yang berani atau terbiasa naik pesawat terbang pun bukan berarti benar-benar terbebas dari rasa takut. Sesekali rasa takut itu menghampiri. Â Namanya rasa takut, bisa saja tiba-tiba muncul. Apalagi saat sedang terbang enak-enak di atas ketinggian 32 ribu kaki, misalnya, cuaca mendadak kurang baik. Pesawat langsung terjadi tubulensi. Goncangan langsung dirasakan. Walaupun pilot sudah memberi tahu sebelumnya akan terjadi goncangan, rasa takut tetap muncul.
Kalau diusut, kenapa mesti takut? Ketakutan itu wajar. Kecelakaan yang menimpa pesawat terbang, bisa berakibat fatal. Jarang yang bisa selamat. Apalagi kalau jatuh dari ketinggian ribuan kaki. Sedang kecelakaan yang diakibatkan kesalahan dalam pendaratan saja, misalnya, juga bisa memakan korban. Pendeknya, Â kemungkinan bisa selamat sangat kecil.
Untungnya  frekwensi terjadinya kecelakaan sangat kecil. Berbeda dengan kecelakaan yang terjadi pada kendaraan bermotor, baik motor maupun mobil. Kemungkinan selamat masih sangat besar. Walaupun statistik mencatat, jumlah korban dalam kecelakaan mobil masih lebih banyak jika dibanding jumlah korban kecelakaan pada pesawat.
Sebab lain munculnya rasa takut karena seluruh penumpang dan awak pesawat tak ada yang bisa menjamin  akan selamat sampai di tempat tujuan. Bahkan seorang pilot sekalipun. Awak kabin dan penumpang hanya berusaha. Tuhan yang menentukan. Teknisi memastikan bahwa pesawat memang layak untuk diterbangkan. Sementara pilot berusaha semaksimal mungkin untuk menerbangkan pesawatnya dengan baik. Mengikuti arahan menara pemancar. Â
Penumpang juga ikut andil dalam menyumbang upaya keselamatan penerbangan. Misalnya, tidak main handphone dan alat komunikasi lain selama di atas pesawat. Selebihnya, Tuhan yang menentukan. Itu sebabnya, di tiap-tiap saku kursi terdapat panduan doa untuk semua agama  sebelum terbang. Berdoa agar selamat sampai tujuan. Â
Kalau cuaca bagus, pilot kondisi fresh, pesawat juga bagus, maka akan menjadi penerbangan yang menyenangkan. Pertanyaannya, dapatkah terbebas dari rasa takut  saat pesawat mengalami goncangan di atas ketinggian ribuan kaki? Nah, tulisan ini dibuat untuk  membebaskan rasa takut dalam kondisi krusial.