Mohon tunggu...
Teguh Gw
Teguh Gw Mohon Tunggu... Guru - Pernah menjadi guru

Pemerhati pendidikan, tinggal di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Surat Terbuka untuk Dirjen GTK

14 Maret 2022   08:46 Diperbarui: 14 Maret 2022   08:54 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis, 10 Maret 2022, iseng-iseng saya membuka akun SIMPKB (sistem informasi manajemen pengembangan keprofesian berkelanjutan), yang dikelola Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudrsitekdikti). Saya buka menu program, salah satunya: Studi Lanjut Guru - Bantuan Pemerintah. 

Saya pilih dan ikuti langkah-langkahnya. Sampai di kotak dialog "Apa ada rencana untuk melanjutkan pendidikan tingkat lanjut?", saya pilih opsi "Tidak". Berikutnya, saya diminta "Mohon disampaikan alasan beserta saran dan masukannya kepada KEMENDIKBUD". 

Dengan antusias saya mengetik di kotak balasan. Selesai mengetik, saya klik tombol "KIRIM SARAN". Hasilnya, muncul jawaban: "Isian Survei Anda gagal disimpan. 406566: Waktu Pengisian Survei telah berakhir."

Agar tidak menjadi bisul bernanah, saya salin saja isian survei tersebut di sini sebagai surat terbuka untuk Direktur Jenderal GTK.

A. Alasan saya enggan melanjutkan studi: trauma

Saya belum menemukan perguruan tinggi LPTK yang serius menyiapkan guru. Saya lulusan terbaik dari SPGN Wonogiri (1989), mendapat undangan masuk IKIP Semarang tanpa seleksi, dan diterima di program studi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris.

Ketika penulisan skripsi saya mencapai Bab III, saya mengajukan proposal kepada Rektor untuk mengganti kewajiban menulis skripsi dengan magang dua tahun di sekolah-sekolah yang berbeda-beda jenjang, jenis, dan lingkungan sosial-budayanya. Proposal saya itu bertolak dari kekecewaan atas program magang (PPL) yang hanya berlangsung selama enam minggu di satu sekolah. Pengalaman magang di tiap-tiap sekolah akan saya tulis sebagai laporan studi kasus (sekarang barangkali semacam PTK dan PTS) sebagai refleksi. Pengalaman praktik magang dan refleksinya itu saya pandang jauh lebih bermakna dan berdampak daripada skripsi, yang sering tidak relevan dengan tugas dan fungsi nyata guru.

Rektor menolak proposal saya dan justru menawarkan dua opsi untuk persyaratan lulus: menulis tugas akhir atau turun jenjang ke D3. Karena tawaran tersebut tidak relevan dengan substansi proposal saya, akhirnya saya memutuskan untuk mengakhiri masa studi saya tanpa status apa pun. Saya rela tidak lulus sarjana pendidikan sekalipun sepanjang delapan semester berturut-turut meraih IP tertinggi dan satu-satunya peraih IP > 3,00 di kelas saya serta memegang piagam mahasiswa berprestasi.

B. Saran: kurikulum keguruan di LPTK perlu ditinjau ulang. 

1.  Masalah kronis di mayoritas (sejauh jangkauan pengamatan saya) PT LPTK:

a.  Porsi mata kuliah Psikologi dan Pedagogi di perguruan tinggi LPTK jauh dari memadai.

b.  Jam praktik magang di sekolah (apa pun sebutan programnya) jauh dari cukup.

c.  Pembangunan karakter (kompetensi kepribadian) guru terabaikan.

2.  Saran perbaikan:

a.  Mata kuliah Psikologi dan Pedagogi diberikan secara komprehensif: studi literatur dan studi lapangan. Anak-anak sekelas mahasiswa pasti sudah mampu membaca sendiri literatur-literatur akademik. Tidak perlu dosen menghabiskan jam-jam kuliah dengan berceramah yang isinya sama dengan yang tertulis di diktat. Cukup ditugaskan kepada mahasiswa untuk membaca literatur lalu mengamati perilaku di lapangan, membuat laporan hasil pengamatan, dan diakhiri dengan konferensi kasus. Di situ terjadi dialog antara teori dan praktik sehingga pemahaman mahasiswa menjadi kaya.

b.  Program magang di sekolah (mengajar, melatih, dan membimbing siswa; mengelola organisasi pendidikan) diperbanyak, jumlah jam dan variasi karakteristik sekolahnya. Mahasiswa tidak tahu, setelah lulus kelak menjadi guru di sekolah apa dan daerah mana. Perbedaan jenjang, jenis, lingkungan geografis, lingkungan sosial-ekonomi-budaya berpengaruh terhadap perbedaan karakteristik sekolah. Mahasiswa calon guru perlu dibekali pengalaman dari beragam karakteristik tersebut. Adaptasi terhadap beragam situasi dan kondisi riil itu jauh lebih sulit dibandingkan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada disiplin ilmu di lingkup program studinya. Maka, jam praktik di sekolah selayaknya mendapat porsi lebih besar daripada jam kuliah di kampus. Prof. Pasi Sahlberg mengatakan, "Teaching is a difficult job; it takes 10.000 hours of experience to become a great teacher."

c.  Kampus LPTK mesti berperan sebagai lahan pesemaian dan penumbuhan karakter (calon) guru. Selamanya guru adalah model bagi siswa. Pembangunan karakter dan pengembangan kepribadian guru tidak mungkin diharapkan terjadi dengan sendirinya tanpa ekosistem yang baik selama mereka menempuh pendidikan di LPTK.

C. Resolusi: 

1.  Cabut Peraturan Menteri Ristekdikti Nomor 55 Tahun 2017 tentang Standar Pendidikan Guru! 

Permen tersebut justru mengaburkan makna guru sebagai profesi. Jika untuk menjadi guru, lulusan Program Sarjana Pendidikan diperlakukan sama seperti lulusan program-program lain (wajib menempuh Program Pendidikan Profesi Guru) untuk apa ada Program Sarjana Pendidikan? Saya justru mengusulkan perubahan ekstrem, mengadopsi sistem pendidikan dokter: pendidikan guru umum dulu, baru kemudian pendidikan guru spesialis mata pelajaran. Pendidikan guru PAUD, diksus, dan vokasi barangkali bisa dikecualikan; sejak awal sudah pendidikan guru spesialis.

2.  Integrasikan tanggung jawab dan wewenang pendidikan calon guru dan pembinaan guru dalam jabatan. 

Sebagai produsen, sudah sewajarnya LPTK bertanggung jawab menjaga dan memelihara kualitas produknya: guru. Penyatuan tanggung jawab dan wewenang ini akan berbuah efisiensi dan efektivitas dalam mengembangkan profesionalisme guru. Pengawas (dengan catatan: benar-benar berperan sebagai superintendent) cukup membuat klaim malapraktik guru binaannya, lalu merujuknya ke LPTK untuk memberikan terapi/treatment.

Sekian, mohon maaf dan terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun