Mohon tunggu...
Tegar Dwi Putra Ramadhan
Tegar Dwi Putra Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa/Part time worker

Semenjak duduk di bangku sekolah dasar saya memiliki ketertatikan berbicara dan mendapat attention dari teman teman saya, hingga menginjak pendidikan menengah atas, saya gemar berbicara, dan presentasi di depan kelas. Saya juga cenderung memiliki ketertarikan di bidan jurnalism, tak jarang saya mengikuti update perpolitikan di indonesia, berdasarkan pertimbangan tersebut, saya terdorong untuk melangkah lebih jauh yang membuat saya memilih ilmu komunikasi sebagai studi lanjutan. Perkenalkan Saya Tegar Dwi Putra Ramadhan, mahasiswa ilmu komunikasi yang berharap dapag mewujudkan mimpi dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perjalanan seorang anak kota yang pergi ke desa

3 April 2025   08:44 Diperbarui: 5 April 2025   09:24 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pernahkah kalian pindah ke sebuah daerah yang membuat kalian culture shock? Aku pernah. Bayangkan seorang anak yang tumbuh di daerah perkotaan harus pergi jauh dari kota asalnya ke daerah desa yang begitu indah nan asri.

Kita semua tahu perkotaan sangat identik dengan gedung pencakar langit, gemerlap lampu kota, dan hiruk pikuk kendaraan. Berbanding dengan desa yang sangat identik dengan hamparan sawah dan kebun, pegunungan dan senyap nya suasana di malam hari.

Perkenalkan aku adalah anak itu, aku bernama Tegar Dwi Putra Ramadhan, lahir di Kota Tangerang, 17 November 2003. Pada saat aku lahir di tahun itu sedang menjalankan ibadah puasa, asal usul adanya "Ramadhan" di akhir namaku. Aku tumbuh dari keluarga yang bisa di bilang sederhana, tidak terlalu berkecukupan dan tidak berkekurangan. Papaku bekerja di sektor wiraswasta, biasanya kantornya beberapa kali bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur. Ibuku hanya ibu rumah tangga, yang dengan sepenuh hati mengajarkan anak anaknya mengenai dunia, dan menceritakan seluas apa dunia, selain bertugas mengajarkan anak anaknya ibuku juga bertugas mengurus rumah dan biasanya dengan iklas mempersiapkan kebutuhan Papaku bekerja. 

Kembali kepada diriku, saat berumur 16 tahun aku dan keluarga ku memutuskan untuk pindah ke kota Garut, aku harus melanjutkan pendidikan di kota dodol itu. Banyak culture shock yang aku dapatkan, salah satunya adalah kebiasaan teman temanku berbicara. Aku yanh saat itu belum terlalu fasih berbahasa sunda, seringkali sedikit di tertawakan karena bahasa sunda ku yang sering kasar dan tidak di mengerti, untungnya aku lahir dari keluara Pure Blood Sundanesse tidak butuh waktu lama aku dapat menyesuaikan diri dengan mereka.

Tetapi banyak kebiasaan yang sering di lakukan di kota asalku dipaksa hilang oleh keadaan, dimana hal ini mau tidak mau di lakukan, karena memang tempat dan keadaanya sudah jauh berbeda, tapi itu bukan masalah besar karena tinggal di kota ini sangat menyenangkan. Dapat bertemu dan berkenalan dengan teman teman yang baru dengan culture yang baru membuat aku sadar betul bahwa dunia lebih luas dari dugaanku.

Banyak sebetulnya hal hal yang bisa di ceritakan mengenai diriku lebih detail dan seru, mungkin bisa sampai mencetak satu buku, karena banyaknya perjalanan yang sebenernya cukup menarik dan beberapa kali ada saja gebrakan yang terjadi di hidupku. Tapi mungkin gambaran umum dari hidupku adalah ini, seorang anak yang harus ber adaptasi dengan kesunyian sebuah desa yang indah nan asri. Satu lagi, keluarga kamu pindah kekota ini karena ini adalah kota asal dari ibuku. Biasanya ketika papaku di pindahkan ke kantor cabang dan LDR kami tidak pernah ikut merantau, baru kali ini saja, ikut karena ada alasan alasan lain, yang membuat keluarga kami memutuskan untuk pindah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun