"Saya yang seharusnya diperhatikan, Pak. Bukan saya yang memperhatikan.."
Kita wajib bersedih dan mendoakan kalau ada orang yang berpuasa punya mental begini. Dulu, dalam sebuah perang di zaman Rasul, beberapa sahabat sudah sangat kehausan dan sepertinya akan mati syahid.Â
Beberapa orang yang sudah sekarat itu menemukan sebotol air minum yang tentu akan cukup melepas dahaga jika diminum 2 atau 3 orang.
Tahukah Anda apa yang terjadi?Â
Sahabat pertama menolak minum dan menyarankan agar sahabat kedua yang minum terlebih dahulu karena yakin pasti dia lebih haus dan membutuhkan. Sahabat kedua menolak dan meminta agar sahabat ketiga meminum terlebih dahulu karena yakin ia yang lebih butuh, dan begitu selanjutnya.Â
Singkatnya, beberapa orang mulia itu akhirnya meninggal dunia. Ya, mereka menunjukkan "mental kaya" dengan berupaya berbagi, bahkan dalam kondisi mereka yang kritis sekalipun. Itulah mental para ahli surga yang memang lebih dari layak untuk kita contoh.
Bagaimana dengan kita? Apakah situasi kita lebih kritis dari para sahabat itu sehigga kita tidak mampu untuk memperhatikan "kecerdasan pinggiran"?Â
Jangan pernah berpikir yang besar dulu kalau yang kecil saja belum kita lakukan. Bahkan, memberikan air minum untuk bukaan puasa orang yang berpuasa saja pahalanya sudah sama dengan pahala orang yang berpuasa itu.
Lalu bagaimana kalau tidak ada? Sebiji kurma pun sudah cukup untuk melatih "kecerdasan pinggiran" kepada sesama.Â
Coba tanyakan diri kita sendiri mulai hari ini, sudahkah kita punya "kecerdasan pinggiran" untuk sekitar kita? Jawab saja dengan pelan dan segera buktikan mulai hari ini.