Mohon tunggu...
Taupik Hidayat
Taupik Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia biasa yang ingin memberikan manfaat yang luar biasa

Hobi jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengembalikan Keikhlasan Seorang Guru

25 November 2019   15:34 Diperbarui: 25 November 2019   15:43 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam benak penulis, guru digambarkan sebagai sosok yang sangat mulia, tinggi ilmunya, sederhana kehidupannya dan luhur budi pekertinya. Ia memberikan ilmu kepada para murid dengan penuh kesenangan sekalipun tanpa imbalan. Sehingga tak mengherankan jika guru dianggap sebagai sosok pahlawan tanpa tanda jasa. Guru menurut hemat penulis tak boleh terbelengu oleh ruang dan waktu. Dimanapun dan kapanpun, guru harus tetaplah guru, guru harus dapat digugu dan ditiru. Itulah gambaran sosok seorang guru yang ideal, kharismatik dan penuh wibawa.

Lalu, bagaimana dengan kondisi guru saat ini?

Pertanyaan ini tak perlu dijawab dengan kata-kata, cukup direnungkan oleh kita semua untuk diperbaiki, tentunya. Saat ini guru bukanlah tidak pintar, sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah bukanlah tidak baik pula, namun ada satu hal yang hilang dari seorang guru, yakni KEIKHLASAN. Keikhlasan sebagai ruh dari pendidikan, nyaris terlupakan, unsur ikhlas ini sekalipun sifatnya abstrak namun memiliki dampak yang luar biasa. Guru yang ikhlas tak lagi mempersoalkan besar kecilnya imbalan, tak lagi menjadikan profesinya sebagai mata pencaharian.

Hal itu sangat kontras dengan kondisi saat ini, dimana guru lebih sibuk dengan administrasi ketimbang mencari jurus jitu untuk menghasilkan peserta didik yang unggul dan berkarakter. Saat ini lebih kentara transfer of knowledge dibandingkan  transfer of value, yang seharusnya antara keduanya seimbang. Ilmu yang disampaikan nyaris tanpa nilai. Dampaknya, anak anak menjadi cerdas tapi kurang etika, anak anak menjadi cerdas tapi berani melawan guru, melukai guru, mempidanakan guru bahkan sampai berani membunuhnya. Sungguh miris dan sangat ironis.

Hemat penulis,  tanggal 25 November ini menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan keikhlasan seorang guru. Semua guru harus meluruskan kembali niat dalam mengajar. Luruskan niat mengajar untuk beribadah, ikhlaslah saat menyampaikan ilmu. Yakinlah, ilmu yang disampaikan dengan penuh keikhlasan akan diterima oleh murid dengan mudah, ilmunya akan berkah dan bermanfaat. Sehingga akan menghasilkan generasi bangsa yang berkarakter, maju dan unggul, cerdas otaknya, kuat imannya serta luhur budi pekertinya.

Guru teladan yang penuh keikhlasan, akan menjadi lentera bangsa, penggerak kemajuan bangsa. Guru unggul untuk Indonesia maju. Ikhlaslah dalam berbuat, berbuatlah walaupun perubahannya nampak kecil. Dipenghujung sambutannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim menyampaikan: Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.

Mengajar Ikhlas, Belajar Ikhlas akan menghasilkan Generasi Bangsa yang berkualitas. "Selamat Hari Guru"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun