Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nuh, Kapal dan Kita

14 Agustus 2021   10:07 Diperbarui: 14 Agustus 2021   10:19 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Petikan kisah Nabi Nuh AS ini kita kutip dari Alquran surat Hud ayat 37 sd 47. Ayat tersebut mendeskripsikan tentang perintah Allah kepada Nabi Nuh AS untuk membuat kapal dan akibat yang akan menimpa kaum ingkar.

Kisah Nuh AS ditampilkan Allah sebagai bentuk nasihat kepada Nabi Muhammad SAW agar tidak sedih dalam mengemban Risalah, demikian kata Alm. Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar perihal ayat di atas.

Pembuatan kapal tersebut bermula dari penyiapan bahannya, sedangkan produksinya, teknik pembuatannya  di bawah pengawasan  Allah (bi a'yunina).

Saat pengerjaan berlangsung kaumnya yang ingkar terus mengolok dan menghina Nabi Nuh AS. Akan tiba saat nanti kami yang akan mengolok anda sekalian, ungkap Nabi Nuh AS.

Dalam masa pengerjaan itu Nabi sempat ragu apa benar kapal ini akan berfungsi? sampai akhirnya ketetapan Allahpun berlaku.

Maka muncullah air dari lapisan bumi sebagai "tannur" sebutan untuk tungku tempat memasak,tapi  yang menyemburkan air melimpah. Sedangkan di langit muncul hujan dan angin tiada henti.

Saat itulah hamba hamba yang beriman kepada Allah dan Nabi Nuh AS menaiki kapal yang telah tersedia dengan sebutan "Bismillahi majrayha," Suasana alam semakin mencekam sementara angin dan hujan belum juga reda, demikian juga air yang menyembur dari dalam bumi, dan air terus meninggi, kabarnya mengenai seluruh bumi, bahkan sampai merusak pondasi ka'bah yang di prakarsai Nabi Adam AS.

Di tengah tingginya gelombang air yang menyerupai gunung, Nabi Nuh AS melihat anaknya terombang ambing, tapi tetap enggan naik ke kapal saat ayahnya mengajak naik: Aku akan pergi ke gunung yang lebih tinggi, ungkap sang anak. Tak ada yang Menolong hari ini kecuali Allah, balas Nabi Nuh AS.

Hingga merekapun dipisahkan oleh gelombang dan anaknyapun ditelan banjir besar tersebut demikian juga kaumnya yang ingkar.

Lalu Allah berfirman pada langit, agar menghentikan hujan dan bumi menelan airnya. Bersandarlah kapal Nabi Nuh AS di bukit Juud. Sedang ia masih ingat akan anaknya, apakah mungkin masih bisa diampunkan? Tapi Allah Menjawab, bahwa anak Nabi Nuh AS bukanlah bagian darinya secara aqidah, disini Buya Hamka berpendapat bahwa ikatan akidah melebihi ikatan sedarah. 

Kisah Nabi Nuh AS sebagai i'tibar bagi setiap insan bahwa Allah selalu menyertai hambaNya dan memberi balasan sesuai dengan amal kita. Kisahnya juga otentik dan relevan, faktual, sekaligus sebagai bukti mu'jizat Alquran bagi kehidupan modern.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun