Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Ribut, Looping Lagu Itu Tanda Kita Sedang Berusaha Waras

12 Oktober 2025   07:45 Diperbarui: 12 Oktober 2025   18:05 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendengarkan musik (Sumber: Pexels via Beautynesia)

"Ternyata kita semua budak sistem reward di otak; makanya, kalau udah enak, ngapain repot-repot ganti lagu?"

Beberapa malam lalu, saya sedang ngopi di warung kopi, asyik menulis laporan lapangan dengan laptop. Di depan saya, ada seorang teman yang sedari tadi memasang earphone dengan volume agak keras, sampai-sampai saya bisa mendengar samar-samar lagu yang dia putar. Awalnya, saya maklum. Tapi setelah cangkir kopi saya habis, lagu itu masih juga diputar. Sampai saya memesan cangkir kedua, lagu itu belum juga ganti.

Saya tegur dia, Woy, lagunya itu lagi itu lagi, kamu nggak bosan? Lagi baper ya?"

Dia hanya senyum tipis, lalu menjawab dengan santai, "Bukan baper, coy. Lebih tepatnya, ini upaya healing."

Tentu saja, jawaban itu terkesan ngawur, atau paling nggak, sok-sokan filosofis. Tapi fenomena memutar lagu yang sama berulang-ulang, entah itu lagu bucin atau lagu heavy metal, adalah hal universal. Dan percaya atau nggak, tindakan me-replay itu bukan sebuah kebodohan selera musik. Ini adalah tindakan paling rasional yang bisa dilakukan otak kita demi mencapai homeostasis, alias keseimbangan, yang didukung penuh oleh ilmu psikologi dan neurologi.

Lagu itu adalah zona nyaman kita. Ia adalah tempat berlindung emosional, mesin reward dopamin instan, dan alat introspeksi paling ndeso yang kita punya. Jadi, sebelum kita mencap teman yang looping lagu itu aneh atau introvert akut, mari kita bedah argumen ilmiah di baliknya.

Upaya Menenangkan Diri di Tengah Chaos, Menurut Kacamata Psikologi

Dalam dunia yang serba nggan pasti, penuh deadline yang nggak masuk akal, tagihan yang menjulang, dan berita politik yang selalu bikin kening berkerut, otak kita selalu mencari sesuatu yang stabil. Lagu yang sudah kita hafal luar dalam adalah definisi sempurna dari stabilitas.

Baca juga: Krisis Arah Hidup Remaja Modern, Senyum di Medsos Tapi Jiwa Kosong di Dunia Nyata!

Kita tahu kapan chorus akan masuk, kita hafal melodi mana yang akan membuat kita merinding, dan kita sudah tahu bagaimana reaksi emosional kita terhadap lagu tersebut. Nggak ada kejutan, nggak ada risiko kognitif. Itulah mengapa kebiasaan ini disebut sebagai bentuk Pengaturan Emosi (Emotional Regulation) atau self-soothing oleh para psikolog.

Mengutip laporan dari Beautynesia yang merangkum pandangan psikologi, lagu favorit yang diulang-ulang itu bisa menjadi "emotional refuge" atau tempat berlindung emosional yang kita pilih untuk menenangkan pikiran yang sedang kacau atau meredakan kecemasan. Kita nggak perlu adaptasi, kita tinggal replay dan efeknya langsung terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun