"Suku Baduy di Banten itu sebenarnya Sunda asli, tapi kenapa ya nama 'Baduy' mereka justru datang dari jauh, dari Belanda yang nyamain mereka sama orang Arab?"
Pernah enggak kita mikir, kok bisa ya ada kelompok masyarakat yang namanya terkenal seantero negeri, punya adat yang kuat banget, tapi di sisi lain identitasnya masih sering jadi bahan diskusi? Nah, inilah yang terjadi sama Suku Baduy di Banten. Dengar namanya aja, orang langsung kebayang mereka yang pakai baju serba putih atau serba hitam, jalan kaki jauh, dan taat banget sama aturan leluhur. Tapi, di balik segala kekhasan itu, ada satu pertanyaan fundamental yang sering nyangkut: Baduy itu suku sendiri atau komunitas dari suku lain, ya? Apalagi, mereka kan ngomongnya bahasa Sunda. Ini yang bikin kita perlu mengurai benang kusut ini biar makin jernih.
Baduy Itu Sunda, Fakta Bahasa dan Budaya yang Mengakar
Mari kita luruskan dulu. Kalau kita bicara soal identifikasi suku, bahasa sering jadi penanda paling gamblang, kan? Nah, dalam hal ini, masyarakat Baduy adalah bukti nyata. Mereka itu aslinya bagian dari suku Sunda. Betul, suku Sunda! Mereka bukan suku yang berdiri sendiri, terpisah dari rumpun besar Sunda.
Kenapa begitu? Simpel aja. Mereka pakai bahasa Sunda kuno, atau lebih tepatnya dialek Sunda Baduy. Bahasa yang mereka pakai ini justru jadi bukti kemurnian akar Sunda mereka, karena relatif enggak banyak terkontaminasi bahasa lain. Mirip lah sama nenek moyang kita dulu ngomongnya gimana. Selain bahasa, tradisi, adat istiadat, dan sistem kepercayaan yang mereka anut, yaitu Sunda Wiwitan, itu semua berakar kuat pada kebudayaan Sunda. Jadi, secara linguistik dan kultural, udah jelas banget mereka itu Sunda tulen.
Terus, kalau Sunda, kenapa kok mereka kelihatan beda banget dan sering disebut 'Suku Baduy'? Nah, ini yang bikin unik. Mereka adalah komunitas adat atau bisa dibilang sub-etnis dari suku Sunda yang punya karakteristik dan aturan hidup (yang mereka sebut pikukuh) super ketat. Ketaatan inilah yang bikin pola hidup, cara berpakaian, bahkan interaksi mereka dengan dunia luar jadi sangat khas dan membedakan mereka dari kebanyakan masyarakat Sunda modern. Ibaratnya, mereka itu keluarga besar Sunda, tapi punya cabang yang sangat memegang teguh tradisi sampai ke detail-detailnya.
Asal Nama 'Baduy', Ketika Belanda Ikut Campur Tangan dalam Identitas Lokal
Nah, kalau mereka itu Sunda, dari mana dong nama 'Baduy' ini muncul? Jawabannya menarik, karena sebagian besar sumber bilang, nama 'Baduy' itu bukan dari mereka sendiri. Ini adalah nama yang diberikan oleh pihak luar, alias eksonim.
Ada dua teori utama yang sering disebut-sebut soal asal-usul nama ini. Teori yang paling dominan dan banyak didukung adalah bahwa nama ini datang dari para peneliti atau penjajah Belanda. Mengacu pada artikel di Kompas.com, penamaan 'Baduy' konon diberikan karena orang Belanda melihat ada kemiripan karakteristik antara masyarakat di Banten ini dengan suku pengembara Badui (Bedouin) di Jazirah Arab. Coba deh bayangin, suku Badui di Arab itu kan terkenal hidupnya nomaden, di wilayah terpencil gurun. Mungkin orang Belanda dulu ngelihat masyarakat di pedalaman Banten ini juga terisolasi dan punya gaya hidup yang dianggap mirip, makanya disamakan saja namanya. Dikutip dari Gramedia.com, penggunaan istilah seperti Badoewi, Badoej, dan Badoei oleh para ilmuwan Belanda semakin menguatkan dugaan ini.
Teori lain, meskipun nggak sepopuler yang pertama, menyebutkan bahwa nama 'Baduy' ini diambil dari nama geografis lokal, misalnya Gunung Badui atau daerah aliran Ci Badui. Tapi ya itu tadi, narasi soal kemiripan dengan Bedouin Arab lebih sering muncul dan jadi penjelasan yang lebih meluas. Sebutan Baduy merupakan pemberian dari peneliti Belanda yang melihat kemiripan masyarakat di sana dengan masyarakat Badawi atau Bedoin di Arab.
Intinya, mau dari mana pun asalnya, sebagian besar sepakat kalau nama 'Baduy' ini adalah pemberian. Ini bukan nama yang mereka pilih sendiri untuk diri mereka.
Nama Asli yang Lebih Mereka Hargai yaitu Urang Kanekes
Kalau nama 'Baduy' itu pemberian dari luar, terus mereka maunya dipanggil apa dong? Ternyata, masyarakatnya sendiri punya sebutan lain yang lebih mereka hargai dan gunakan. Mereka lebih suka dipanggil Urang Kanekes atau Urang Ciboleger, sesuai dengan nama wilayah pemukiman mereka.
Kenapa mereka nggak suka nama 'Baduy'? Ternyata, nama ini kadang punya stigma negatif. Mengacu pada Tirto.id, nama 'Baduy' sering dikaitkan dengan Badawi atau Bedouin, yang dulu punya konotasi nomaden atau terasing. Bagi mereka, sebutan itu mungkin nggak sepenuhnya merepresentasikan identitas mereka yang sebenarnya. Jadi, penting banget bagi kita untuk menghormati bagaimana mereka ingin diidentifikasi. Panggilan Urang Kanekes atau Urang Ciboleger itu jauh lebih akrab dan otentik bagi mereka.
Baca juga:Â Pernikahan Anak di Lombok, Sebuah Ironi yang Masih Aja Terjadi
Mengurai Benang Kusut Identitas, Demi Pemahaman yang Lebih Jernih
Jadi, apa kesimpulannya dari semua ini? Masyarakat Baduy itu adalah bagian integral dari suku Sunda yang memiliki kekhasan luar biasa dalam menjaga tradisi dan adat istiadat mereka. Mereka adalah komunitas adat atau sub-etnis Sunda yang hidup dengan pikukuh yang kuat. Sedangkan nama 'Baduy' itu sendiri kemungkinan besar adalah warisan dari pandangan pihak luar, terutama Belanda, yang mengasosiasikannya dengan suku Bedouin di Arab, bukan nama yang lahir dari diri mereka sendiri. Ini yang seringkali jadi miss-konsepsi di masyarakat kita.
Memahami hal ini itu penting banget, biar kita nggak lagi asal label. Mereka punya identitas yang kaya, yang berakar kuat pada ke-Sunda-an, tapi juga punya kekhasan yang bikin mereka jadi 'Baduy'. Jadi, daripada sibuk berdebat suku atau komunitas, mending kita fokus aja mengapresiasi ketaatan mereka dalam menjaga nilai-nilai luhur dan alam. Bukankah begitu?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI