Mohon tunggu...
taufiq candra
taufiq candra Mohon Tunggu... Freelancer - Saya adalah mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta.

Saya menulis di kompasiana dalam rangka untuk belajar bagaimana menulis yang baik dan menginspirasi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mewujudkan Impian Indonesia Emas Bebas Narkoba

19 September 2017   14:24 Diperbarui: 19 September 2017   15:02 3582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://seword.com/

Dalam bukunya Warren Bennis yang berjudul Maslow on Management, dia menjelaskan teori Abraham Maslow bahwa aktualisasi adalah kebutuhan hidup manusia yang tertinggi. Setelah kebutuhan fisiologi, keamanan, sosialisasi, dan eksistensi.

Jadi, menurut psikolog humanistik Amerika ini, apabila suatu tingkat kebutuhan telah terpenuhi maka akan naik ke tingkat berikutnya. Maksudnya, apabila kebutuhan fisiologi, seperti makan, minum, tempat tinggal, bernapas, telah terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya adalah bagaimana mempertahankan kenyamanan dan keamanan. Jika faktor keamanan telah terpenuhi, maka tahap selanjutnya adalah kebutuhan sosialisasi, yaitu keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan dengan bersosialisasi di lingkungan rumah maupun tempat kerja.

Setelah kebutuhan sosialisasi sudah terpenuhi, maka tingkatan berikutnya adalah kebutuhan eksistensi, yakni kebutuhan untuk merasa diterima di lingkungan sosialnya. Karena, sekadar hanya bersosialisasi saja tidak cukup tanpa ada pengakuan terhadap keberadaannya. Terakhir adalah kebutuhan untuk merasa dibutuhkan (being needs) atau dengan kata lain kebutuhan aktualisasi. Inilah puncak dari segala jenis kebutuhan manusia setelah mereka melampaui semua kebutuhan sebelumnya.

Dari semua hubungan kebutuhan manusia tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida bertingkat yang mengecil dari bawah ke atas. Artinya, tingkat kebutuhan manusia akan meningkat apabila kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Dalam teori Maslow ini tampaknya relevan dengan hukum dasar konstruksi bahwa bagian bawah harus memiliki tekstur yang lebih kuat daripada bagian atasnya demi tercapai kestabilan dan keseimbangan bangunan.

Namun mirisnya, orang-orang terkadang suka mengubah struktur piramida Maslow. Mereka berprinsip "biar tekor asalkan kesohor, gak narsis gak eksis, kere tapi keren".Akibatnya, mereka hanya berlomba-lomba dalam mencari pengakuan, penghargaan, dan penghormatan tapi tanpa modal yang cukup. Parahnya lagi, gejala sosial seperti ini merambah ke suluruh lapisan, mulai dari remaja, hingga orang dewasa, mulai dari masyarakat perkotaan hingga ke pelosok desa, dari pelajar hingga pengusaha.

Bila ada generasi muda yang mukanya hancur, ekonominya amburadul, otaknya mandul tapi ingin eksis, maka solusinya adalah menjadi jagoan. Bullying dan tawuran bahkan narkoba sekalipun adalah salah satu jalan pintas yang dapat dipilih. Makin ditakuti, maka eksistensinya pun makin diakui. Tidak heran bila wabah bullying, tawuran, dan narkoba malah semakin menjadi.

Cara generasi muda dengan mengekspresikan diri dengan menggunakan narkobalah yang menjadi salah satu masalah yang paling utama dan paling membahayakan bagi bangsa Indonesia. Padahal nantinya di tahun 2020-2030 Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi, dimana jumlah usia angkatan kerja Indonesia dengan usia 15-64 tahun mencapai 70 persen. Ditambah lagi saat ini Indonesia telah bergabung di MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), dimana terjadi pasar bebas di seluruh ASEAN yang tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Namun, rasanya jika darurat narkoba yang melanda negeri ini tidak segera diatasi maka tidak dapat dipungkiri bahwa peluang emas yang dimiliki Indonesia hanyalah menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia sendiri.

Bisa dilihat saat ini, bagaimana keadaan negara Afganistan yang sedang mengalami darurat narkoba. Di sana narkoba bukan hanya sebagai barang yang diselundupkan, namun narkoba adalah komoditas yang terus dikembangbiakan terutama dalam memproduksi 90 persen jumlah opium di dunia dan arus itu bisa meningkat bila pemerintahan Afganistan kehilangan kendali sepenuhnya terhadap kontrol penjualan ekspor narkoba Afganistan. Pemerintah di Afganistan tidak hanya berdiam diri, tetapi tindakan merekalah yang amat lambat sehingga tidak sebanding dengan pertumbuhan narkoba yang amat cepat. Di Kabul, ibukota Afganistan sendiri bukti kecanduan sangat jelas terlihat, berbagai kelompok melakukan pesta narkoba dimana parahnya pendanaan pesta diperoleh dari hasil penjualan ekspor narkoba ke luar negeri.


Contoh negara Afganistan yang menghadapi ambang kehancuran rasanya sudah sangat cukup sebagai tolok ukur pergerakan bangsa untuk segera berbenah dan mempercepat langkah dalam usaha pembasmian narkoba di negeri ini. Narkoba yang merupakan masalah multidimensi yang berkaitan erat dengan segala aspek kehidupan seperti kesehatan, sosial, ekonomi, dan budaya seyogyanya harus segera tuntas sebab narkoba adalah salah satu faktor yang dapat mengancam ketahanan nasional dan menyebabkan kegentingan nasional jika tidak segera diatasi.

Dalam hal ini pemerintah dirasa memiliki peranan penting dikarenakan prinsip pemerintah yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang berarti pemerintah adalah lembaga penampung aspirasi rakyat dan bertindak membangun kesinambungan di masyarakat. Dalam kondisi darurat narkoba ini ada baiknya negara Indonesia khususnya pemerintah bercermin kepada ketegasan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte dalam pengibaran bendera perang terhadap narkoba. Presiden Filipina Rodrigo Duterte bukan hanya mengeluarkan janji gagasan perang terhadap narkoba di saat kampanyenya sebelum menjadi presiden, namun semua gagasan tersebut direalisasikannya. Hal ini terbukti sejak pelantikannya di 30 Juni 2016, selama pemerintahan Duterte, sekitar 3000 orang telah tewas dan 4.400 orang telah tertangkap akibat dari masalah narkoba bahkan beliau dengan lantangnya mengatakan akan memberikan uang sebesar 2 juta peso atau setara Rp 570 juta bagi siapa saja yang dapat menangkap polisi atau pejabat yang berusaha melindungi gembong narkoba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun