Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres Amerika yang Bercita Rasa Indonesia

7 November 2020   14:37 Diperbarui: 7 November 2020   16:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustrasi: AFP/Morry Gash and Jim Watson (Via Kompas)

David Lipson, seorang kepala biro Washington untuk ABC Australia, menuliskan pendapat atau komentarnya mengenai situasi politik pada masa pemilihan presiden di negeri paman Sam tahun 2020 di akun twitter-nya. "Feeling like Indonesian politics rn," tulisnya.

Terjemahan bebasnya, kurang lebih: serasa seperti politik Indonesia. Lho, memangnya, ada apa dan mengapa dengan politik Indonesia?

David Lipson boleh jadi sangat benar. Sebagaimana diberitakan banyak media, meski perhitungan perolehan suara elektoral pemilihan presiden Amerika masih berlangsung, klaim kemenangan ternyata sudah dilakukan oleh calon petahana Donald Trump. Ini,  Anda pasti masih ingat, mirip dengan klaim kemenangan Prabowo yang terjadi di Pilpres 2019 dan 2014 lalu.

"Kami akan memenangkan pemilihan ini dan sejauh yang saya khawatirkan kami sudah memenangkannya," kata Trump yakin.

Bukan hanya mengklaim kemenangan, kubu Trump juga berencana akan menghentikan perhitungan dan menuduh Biden 'mencuri' suara. Kubu Trump lantas menyatakan ancamannya akan menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Agung. Ini, Anda juga masih ingat, sangat serupa dengan yang terjadi di negara kita.

"Absolutely. But it's not truly Indonesian politics unless Trump ends up Biden's secretary of defense," tulis Ross Tapsell, dosen dan peneliti di Australian National University, menimpali kicauan David Lipson. Artinya, kira-kira, "ya, betul sekali. Tetapi itu tidak benar-benar seperti politik Indonesia kecuali Trump akhirnya Biden mengangkat Trump menjadi Menteri Pertahanan."

David Lipson dan Ross Tapsell tidak salah menyebutkan guyonan politik mereka dalam pesan-pesan yang ditulis di akun Twitter-nya. Meski praktik berdemokrasi di Amerika tidak benar-benar sama persis dengan Indonesia dalam Pilpres 2019 dan 2014, tetapi sejarah dan apa yang kita lihat bersama-sama mencatat bahwa baik di Amerika dan di Indonesia, praktik berdemokrasi memang belum benar-benar matang.

Dalam pesan-pesan di akun Twitter-nya itu, David Lipson dan Tapsell tidak saja sedang berguyon, tetapi berusaha memberikan kritik betapa praktik demokrasi di negara paman Sam itu sedang berada dalam tingkat tertentu telah mengalami kemunduran. Bagaimana tidak?

Pada kesadaran berpolitik dan berdemokrasi yang sudah mapan, tentu saja seharusnya tidak perlu ada pihak manapun yang mengklaim apapun sebelum perhitungan perolehan suara selesai. Pun dengan gugatan hasil Pilpres karena, dengan dalih yang seperti apapun, gugatan itu lebih menunjukkan ketidakpercayaan kepada proses pemilihan ketimbang sekedar hak untuk bertanya. Jika mereka percaya bahwa pemilu telah dijalankan dengan jujur dan adil, mengapa harus ada gugatan?

Melakukan klaim kemenangan dan menggugat sama halnya dengan praduga bahwa pemilihan presiden berlangsung tidak jujur dan adil. Komisi pemilu dianggap tidak melakukan pekerjaanya dengan benar.  

Pada kesadaran berpolitik dan berdemokrasi yang sudah mapan, yang kalah seharusnya segera memberikan ucapan selamat kepada yang menang.

Tetapi, meski pesan-pesan David Lipson dan Tapsell di akun Twitternya itu secara terang benderang mengkritik praktik berdemokrasi di Amerika dan di Indonesia yang mundur dan belum matang, namun, pasti selalu ada saja sebagian orang yang tidak sedang mendefinisikan seperti itu. Dalih mereka; dalam kehidupan negara demokrasi, hak menggugat harus dihargai. Menggugat adalah (termasuk) bagian dari demokrasi. Jika tidak, lantas mengapa harus ada MA dan MK?

Jadi, dengan demikian, menggugat, memprotes, atau menyatakan ketidaksetujuan dan yang sejenisnya itu, harus dianggap sebagai biasa dan lumrah dalam praktik berdemokrasi.

Trump, di Pilpres 2020 Amerika, tentu saja memiliki argumen, bukti, dan dalih untuk menggugat hasil pemilihan ke MA atau MK. Pun dengan Prabowo di Pilpres 2019 dan 2014.

Saya pribadi akhirnya berusaha mengambil sedikit sari dari pesan yang ditulis David Lipson dan Tapsell. Ada pelajaran dan kesempatan untuk menaikkan kelas berdemokrasi dari demokrasi semu menjadi demokrasi penuh atau yang sesungguhnya. Indeks demokrasi yang disusun oleh Economist Intelligence Unit (EIU), dengan tujuan untuk mengukur keadaan demokrasi di negara-negara uyang diservei, memang menyebutkan indeks demokrasi Indonesia memang menaik, tetapi tetap saja ada kesempatan untuk membuatnya menjadi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun