Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Nilai Akademis, Komitmen, dan Dedikasi dalam Proses Interview Kerja

8 Juli 2020   12:22 Diperbarui: 9 Juli 2020   05:42 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wawancara kerja (sumber foto: fizkes via kompas.com)

"Apakah ia memiliki value cukup atau apakah ia berpotensi akan membawa akibat buruk bagi perusahaan?"

Saya tak pernah belajar dari siapapun bagaimana cara-cara seseorang melakukan interview, membuat pertanyaan menjebak, mengevaluasi jawaban, dan berhitung, bagaimana kira-kira kemampuan kandidat: apakah ia memiliki value cukup atau apakah ia berpotensi akan membawa akibat buruk bagi perusahaan?

Saya juga bukan praktisi HR dan tak pernah belajar teori-teori membuat analisa psikologi orang dari buku-buku, lantas memformulasikan jawaban dengan sikap dan gerak tangannya, mimiknya, cara memandangnya, menjadi analisa, dan bagaimana membuat kesimpulan akhir.  

Tetapi, meski saya tak pernah belajar teori-teori dan membaca buku-buku, namun jika saya tak salah mengingat, saya (jujur) pernah dan bahkan sering terlibat dalam banyak proses interview untuk mencari, menemukan, dan menetapkan sebagai karyawan. 

Saya pernah melakukan interview lebih dari seratus kali (pelamar) hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Untuk beragam posisi: sebagian besar adalah posisi engineer.

Saya bertemu dan berbincang dengan banyak ragam pelamar. Ada yang berlatar belakang pas-pasan, maksud saya: nilai raportnya pas-pasan, dan ada yang nilai-nilainya membuat saya merasa takjub. Ada yang lulusan universitas biasa-biasa saja, tetapi ada juga yang dari universitas sangat elit.

Ada yang bisa menjawab setiap pertanyaan dengan jawaban lugas dan sangat meyakinkan, tetapi ada juga yang gagap. Ada yang datang dengan kemeja sangat formal --berdasi dan berjas, tetapi ada juga yang datang dengan pakaian santai: memakai kaos. Tetapi, saya pun maklum, itu disebabkan karena tempat interviewnya di sebuah kedai kopi dan makanan siap saji.

Ketika saya bertanya berapa gaji yang mereka minta, ada yang malu-malu menjawab "terserah sesuai dengan standar perusahaan", ada juga yang tegas menjawab "empat puluh lima juta nett, pak."

Namun, jika Anda bertanya kepada saya, siapa diantara mereka atau pertimbangan apa yang saya letakkan di tempat paling atas sebagai bahan pertimbangan apakah ia layak diputuskan menjadi karyawan atau tidak? Saya akan menjawab tegas: hanya keseriusan pelamar atau komitmen yang saya letakkan di urutan paling atas. Bukan kemampuan teknis, bukan deretan angka atau indeks prestasi-nya, dan bukan pula dari universitas mana ia lulus.

Keseriusan atau komitmen, bagi saya, adalah hal (sesuatu) yang paling penting. Saya biasanya memberikan pertanyaan-pertanyaan sangat sulit, seperti misalnya: apakah Anda bersedia dipindahkan di lokasi terpencil yang aksesnya masih sulit, atau bagaimana jika atasan Anda memberikan pekerjaan tambahan sampai jam larut malam. Dari sini saya (biasanya) dapat mengetahui keseriusan pelamar dan komitmennya.

Setelah itu, saya baru akan melihat deretan sertifikat yang ia punyai, pengalamannya, dan kekampuannya menjawab pertanyaan-pertanyaan teknis dengan detail.

Sebenarnya, berdasarkan teori, masih ada beberapa hal penting lainnya dalam proses interview yang perlu saya jadikan pertimbangan, selain keseriusan dan komitmen, yaitu: kepribadian, dedikasi, skill, dan kemamnpuan problem solving.

Tetapi, ini biasanya sulit saya buktikan dan saya nilai hanya dari beberapa puluh menit saja (selama) proses interview.  

Namun, jika Anda bertanya kepada saya, diantara ke-empatnya (kepribadian, dedikasi, skill dan kemampuan problem solving), mana yang paling menarik bagi saya? Jawaban saya adalah: dedikasi.

Dedikasi adalah pengorbanan waktu, tenaga, dan effort. Dedikasi itu semakna dengan bekerja sepenuh hati dan ikhlas. Tidak ngresulo - kata  orang Jawa, dan tidak setengah-setengah. Memberikan pengabdian dengan total.

Orang-orang yang memberikan pengabdian dengan total tak pernah mengeluh dan peduli dengan posisi, tempat, dan seberapa berat pekerjaan yang harus mereka rampungkan. 

Mereka tetap dan terus berupaya memberikan output terbaik untuk perusahaan, hasil yang tidak sia-sia, hasil yang the ultimate. Mereka berupaya memberikan yang terbaik hingga batas tertinggi kemampuan yang mereka miliki.

Jam kerja untuk orang-orang yang bekerja dengan dedikasi seperti 'tak berbatas'.

Di artikel yang pernah saya tulis sebelumnya, saya pernah menuliskan bahwa dedikasi itu bisa disebut semakna dengan investasi. 

Banyak hal-hal tak terduga yang pernah saya alami sendiri, selama saya menjalani profesi saya, yang mengabarkanku pesan bahwa dedikasi itu adalah investasi paling berharga bagi seorang karyawan (sekali lagi, setidaknya ini adalah pengalaman saya). 

Suatu kali, hanya dalam waktu kurang dari setahun, saya pernah ditawari mantan manager saya, bahkan sampai 4 kali, agar saya mau bergabung dengan proyeknya di Indonesia dan Afrika -- tanpa saya harus membuat surat lamaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun